Rabu, 30 Januari 2008

Catatan Menjelang Mubes MABM Kalbar (2)

Diperlukan Kemauan Kuat

Yusriadi
Borneo Tribune, Pontianak

Kemauan saja, entah apa gunanya. Syahdan, itu nafsu namanya.
Raja yang bernama, agung letaknya. Raja yang berwaktu, itu pemimpin namanya.
Kalau tak ada pilihan, sekarat agaknya. Syahdan, pintalah orang lain menyampaikan hajatnya.

Kalau orang lain yang dipercaya, sadarkah tuan, mengapa meributkannya.

Untuk mewujudkan hal itu memang memerlukan kemauan kuat.
Di kalangan orang Melayu soal semangat mewujudkan gagasan besar sudah tak perlu dikatakan lagi. Jangankan hal sekecil itu, upaya besar membangun rumah Melayu yang memerlukan biaya lebih kurang Rp 6 M itu bisa terwujud dengan kerjasama. Kebersamaan sudah terbukti. Bukti ini menunjukkan kreativitas yang wujud di tengah orang Melayu.
Pada tingkatan awal terpacaknya rumah Melayu ini menunjukkan keberhasilan pemimpin meletakkan landasan. Bangunan ini menjadi monumen yang tidak pernah dilupakan. Tetapi pada tingkatan selanjutnya, yang diperlukan lebih dari itu.
Pertama, kekuatannya adalah pada organisasi. Organisasi MABM perlu dievaluasi lagi: apakah mencukupi? Apakah berlebihan? Apakah semua agenda sudah bisa digarap melalui struktur-struktur yang ada? Apakah tertundanya keberhasilan menggarap semua agenda yang ada itu berkaitan dengan struktur ini?
Kedua, pada pengurus. Pengurus mestilah orang-orang yang memang siap mengembangkan adat dan budaya Melayu.
Mereka juga mempunyai waktu untuk itu. Kelemahan selama ini adalah banyak orang yang ditunjuk jadi pengurus, namun mereka tidak punya waktu mengurus organisasi. Biasa orang yang ditunjuk untuk jabatan ini justru mereka yang banyak terlibat dalam organisasi. Terlalu banyak sehingga mereka tidak fokus. Pada akhirnya tidak ada satu pun organisasi yang maju dengan cara ini.
Kalau penunjukan didasarkan pertimbangan ‘bagi-bagi’ jabatan karena MABM dinilai sebagai lembaga sosial budaya yang sangat tajir dalam politik aliran, maka seharusnya orang disadarkan bahwa MABM ke depan adalah organisasi yang didirikan untuk memelihara adat dan budaya Melayu. Tetapi juga tidak cukup baik kalau pertimbangannya: jabatan di MABM karena hendak memberikan ‘mainan’ pada orang yang tidak punya posisi.
Tidak mudah meyakinkan hal itu. Tetapi ke depan, harus ada upaya. Kalau MABM terus terkonstruksi untuk pertimbangan politis ini, adat dan budaya Melayu tidak pernah tersentuh dengan baik. MABM akan menjadi organisasi politik berselubung adat.
Kalau belajar dari pengalaman selama ini, orang yang menangani banyak organisasi jarang sekali mampu membawa organisasi yang dipimpinnya maju pesat. Organisasi tidak cukup maju, mungkin dia sendiri yang maju. Dia mungkin akan berhasil dalam karir politik sosialnya—sekalipun orang mungkin bertanya-tanya apakah orang seperti itu cenderung memikirkan karir dirinya dibandingkan organisasi budaya Melayu ini.
Senyampang dengan itu, kegagalan ini akan menimbulkan kesan: Melayu tidak bisa berorganisasi. Sungguh malu kalau kita mendengar kesan: Kita ini “nafsu besar namun tenaga kurang!”
Alangkah indahnya jika orang Melayu sendiri pandai berbagi-bagi. Kalau sudah memimpin di satu tempat, memimpinlah dengan benar dan serius. Berikanlah perhatian secara maksimal. Toh, di mana pun memimpin tujuannya adalah untuk perbaikan dan kemajuan Melayu, kemajuan masyarakat Kalbar. Sudah seharusnya dibuang kesan, kalau bukan si A yang memimpin MABM tidak akan maju! Pandangan ini secara tersirat menunjukkan bahwa ada banyak orang Melayu yang dapat memimpin. Hanya belum diberikan kesempatan.
Tak bisakah dicari orang yang benar-benar sesuai menyandang tugas mulia ini?
Kalau hanya ada satu orang saja, berarti tidak banyak orang Melayu yang bisa memimpin. Kalau begitu Melayu mengalami krisis kader! Kalau orang Melayu merasa begitu, seharusnya mereka sejak awal legowo jika mereka dipimpin oleh orang Dayak, Cina, bahkan Madura atau Batak sekalipun! Tak perlu ribut!
Memang politik juga menarik. Apalagi kalau mau membayangkan bahwa MABM bisa menjadi batu loncatan untuk kepentingan-kepentingan politik tertentu. Namun, perlu juga diingat nafsu politik juga bisa menjerembabkan. Politik cenderung dikaitkan untung rugi. Penuh spekulasi. Pembinaan adat dan budaya tidak bisa spekulasi. Harus pasti. Sekalipun perlahan.
Sekarang ini adat dan budaya Melayu menuntut perhatian. ■

0 komentar: