Rabu, 30 Januari 2008

Catatan Perjalanan ke Malaysia (4)

Lapangan Terbang Kuching, Alamaaak!

Bis yang kami tumpangi sudah sampai di terminal Batu Tiga Kuching. Terminal ini tidak cukup besar dibandingkan terminal Batu Layang Pontianak. Terminal ini juga tidak cukup ramai. Tidak ada pedagang yang buat tenda di sini. Sejak tahun 1996 saya lihat tidak ada yang berubah di terminal ini. Pedagangnya tidak nambah jumlahnya. Bangunan tidak jadi lebih kusam, dll. Keadaannya cukup baik.
Kami turun dari bis. Di bawah depan pintu bis yang terbuka ada beberapa penjemput. Tetapi tidak ada calo yang menawarkan jemputan, teksi (taksi). Penumpang leluasa melakukan apa yang dia mau. Jujur saja, saya selalu merasa nyaman turun di terminal ini. Tidak takut ditarik-tarik, tidak takut juga menghadapi ‘ajakan’ penawar jasa angkutan.
Taksi terparkir di samping bangunan terminal. Sedangkan sopirnya menunggu di bagian ujung bangunan. Berbicara dengan sesama. Kalau mau naik teksi, penumpang cukup berjalan menuju teksi yang terparkir paling depan. Nanti dengan sendirinya sopir yang sedang duduk akan datang berlari.
Bangunan di terminal berlantai 2. Lantai bawah tempat penjualan tiket; baik tiket bis antar kota, maupun bis ke luar negeri –ke Pontianak.
Saya dan Dedy Ari Asfar menuju counter penjualan tiket, bertanya tiket ke Betong, salah satu kota besar di wilayah Sarawak. Anak muda itu memberitahukan kami bisa bertanya ke counter STC paling ujung. STC adalah singkatan dari Sarawak Transport Co salah satu perusahaan bis di Sarawak.
Tapi kami hanya mau tahu saja, sebab hari itu tujuan perjalanan kami ke Kuala Lumpur (KL). Setelah dari KL baru kami akan ke Betong –menurut rencana. Setelah dapat informasi kami berjalan ke luar terminal, menuju kedai makan. Penumpang selalunya singgah di kedai makan di sini. Dibandingkan harga makanan di lapangan terbang. Harga makanan di sini agak murah. Kali selalu membandingkan, makan di sini cuma RM 4 (sekitar Rp10 ribu). Sedangkan di lapangan terbang makan RM 8 belum tentu kenyang. Dua kali lipat harganya.
Tukang masaknya orang Melayu. Jadi untuk ukuran lidah orang Kalimantan Barat biasanya tidak ada masalah. Lewat. Apalagi kalau lagi lapar setelah naik bis dari Pontianak semalam-malaman.

***

Selesai makan kami ke lapangan terbang. Kami naik teksi, kebetulan sopirnya orang China. Dia, seperti umumnya sopir-sopir teksi yang pernah saya tumpang, cukup ramah melayani berbagai pertanyaan kami.
Route yang dilalui kali ini berbeda dengan route yang biasa ditempuh –tiga tahun lalu. Kali ini kami melewati jalan baru. Sangat cepat. Mungkin hanya 10-20 menit saja. Kami sampai di lapangan terbang.
Lapangan terbang Kuching juga sudah berubah jauh. Dibandingkan 3 tahun lalu. Tiga tahun lalu lapangan terbang Kuching hanya bagus sedikit –mungkin dua kali lipat, dibandingkan lapangan terbang Supadio. Tetapi sekarang, alamak! Bagusnya mungkin 10 kali lipat. Modelnya, sangat keren. Bagi saya, jauh lebih keren dibandingkan lapangan terbang Jakarta. Bagi saya, sangat sesuai kalau Kuching membanggakan lapangan terbang ini sebagai lapangan terbang antarabangsa.
Kami menuju counter penjualan tiket Air Asia. Dedy yang menuju counter. Kami mau minta jadwal lebih awal. Kalau minta tunda memang tidak bisa. Lambat sedikit tiket bisa hangus.
“Kalau dahulu bisa,” kata Dedy.
Tetapi sekarang ternyata tidak bisa. Peraturan sudah beda.
Tapi tak apalah. Kami menunggu sampai siang. Jadwal penerbangan jam 12 lewat. Hitung-hitung kami bisa menikmati suasana lapangan terbang. (Bersambung).

0 komentar: