Rabu, 30 Januari 2008

Catatan Perjalanan ke Malaysia (5)

Terbang Murah, Nginap Juga Murah

Yusriadi
Borneo Tribune

Tidak hanya bagian depan terminal udara yang berubah. Bagian dalam juga. Kami –saya dan Dedy Ari Asfar sempat bertanya-tanya di mana Pintu A (Gate A). Setelah toleh sana sini, baru kami tahu rupanya Pintu A berada paling ujung.
Tempat naik pesawat Air Asia dan MAS beda. Kalau Air Asia bagian naiknya di bagian kiri, sedangkan kalau naik pesawat MAS pintu masuknya di arah kanan. Air Asia dikenal sebagai pesawat dengan penerbangan murah. Tiket yang kami beli harga totalnya RM 180-an. Selisihnya lebih dari RM 50 -100 dibandingkan naik MAS untuk sekali jalan.
Semakin cepat beli tiket semakin murah. Orang banyak memilih naik pesawat ini karena biaya sangat terjangkau. Mungkin perbandingannya –berdasarkan rasio gaji, naik Air Asia sama dengan naik bis luar kota di Kalbar. Slogannya “Every one can fly”. Lagian, beli tiket Air Asia bisa lewat internet. Bayarnya, cukup dengan gesek kartu kredit.
Untuk naik ke badan pesawat kami turun dulu dari bangunan terminal (tempat menunggu). Lalu naik pesawat pakai tangga. Sama seperti naik pesawat di bandara Supadio Pontianak. Tetapi kalau naik pesawat MAS biasanya penumpang tidak turun lagi. Body pesawat langsung terhubung dengan ujung lorong bangunan terminal. Ya, itulah kalau naik pesawat murah seperti Air Asia.
Tetapi bukan itu saja pelayanan sederhana Air Asia. Kalau naik pesawat bisa rebutan, mau duduk di depan atau di belakang. Tiketnya tidak pakai nomor.
Selama 1 jam 40-an menit penerbangan Kuching – Kuala Lumpur penumpang tidak diberikan makanan atau snack. Kalau mau makan, penumpang bisa order, tapi harus bayar. Harga makanan di pesawat bisa dua kali lipat dibandingkan harga di kantin biasa. Saya tidak memesan makanan di pesawat ini, selain memang sudah makan di kantin lapangan terbang –jadi tidak lapar, juga karena seram lihat harga yang dua kali lipat itu. Saya menghabiskan waktu dengan tidur, walau tidur sambil duduk tidak terlalu nyaman. Kalau naik pesawat MAS penumpang disediakan makan. Biasanya ada pilihan makanan di sini.

***

Pesawat mendarat di lapangan terbang Antarabangsa (Internasional) Kuala Lumpur. Mulus.
Tetapi tempat turun sekarang berbeda dibandingkan tiga tahun lalu. Saya lihat pesawat bergerak menuju terminal paling ujung (samping) landasan pacu pesawat. Bukannya menuju terminal utama yang paling dibanggakan Malaysia –KLIA (Kuala Lumpur International Airport).
Beberapa waktu kemudian setelah turun dari pesawat, saya baru tahu tempat turun ini baru difungsikan satu tahun lalu. Air Asia memiliki tempat menurunkan dan menaikkan penumpang tersendiri, terpisah dari tempat pesawat-pesawat dari maskapai penerbangan lain –sebut misalnya MAS. Kata orang sewa di KLIA per jam sangat mahal. Air Asia tidak mau sewa mahal, karena sewa mahal itu kemungkinan juga akan membebani konsumen.
Turun dari pesawat, kami berjalan cukup jauh menyusuri koridor, dengan hembusan angin dan deru pesawat. Hingga sampailah di tempat tunggu bagasi. Dari tempat tunggu bagasi kami memilih naik bis menuju Nilai –salah satu stasiun kereta api listrik. Orang di Malaysia menyebut kereta api ini sebagai komuter. Rupanya bis dengan simbol N ini berhenti dahulu di KLIA –tempat tunggu biasa. Sopir –di sini disebut drebar (driver) menyuruh kami turun ganti bis. Bah, lumayan juga repot karena masing-masing kami bawa dua tas.
Kami lebih suka memilih bis karena biayanya murah. Kalau pakai teksi biayanya bisa mencapai RM 70 baru sampai Kajang –kota cukup besar di negara bagian Selangor. Tetapi kalau pakai bis plus komuter biayanya hanya sekitar RM 7 saja. Hemat banyak.
Cuma, kalau naik taksi waktunya bisa 1-2 jam tambah macet, tetapi kalau naik komuter bisa lebih lama karena campur jalan kaki dan menunggu jam keberangkatan. Baik bis maupun komuter bergerak sesuai dengan jam keberangkatan yang sudah diatur.
Kami pilih menginap di Sungai Wang. Tarifnya sangat murah untuk ukuran orang Malaysia. Per malam cuma RM 60. Bandingkan dengan hotel-hotel lain biaya menginap ratusan ringgit.
Kamarnya memang sempit dan penginapannya sudah tidak baru. Tetapi di kamar ini ada kran mandi air panas, ada AC, ada TV. ‘Bulu’ handuknya sudah dimakan mesin cuci. Sudah tembus pandang.
Teman saya bercanda, kalau orang tanya di mana bermalam, bilang saja di Sungai Wang Ambasador. “Kalau sebut Ambasador agak keren dikit,” katanya sambil tertawa. (Bersambung).

0 komentar: