Minggu, 27 April 2008

Black Forest di Ulang Tahun Saya ke-36

Oleh: Yusriadi

Hari itu, Jumat, 11 April 2008.
Dari balik kaca saya melihat Erni Purwanti melintas. Lalu, di belakangnya ada Badliana, Linda Puji Rahayu, Dian Kartika, Hardianti, dan Hanisa Agustin. “Rombongan kecil’ ini bergerak menuju pintu masuk ruangan P3M, seperti maju mundur. Aku melihat wajah mereka senyam-senyum. Tetapi senyam-senyumnya tidak lepas. Nampak tegang. Gopoh.

Mereka tidak langsung masuk. Namun, seperti berdiskusi sebentar. Saya melihat mereka saling dorong: menentukan siapa yang masuk duluan.
Saya terus mengamati mereka dari tempat duduk. Saya mentertawakan polah mereka.
Ya, gerak gerik mereka sungguh lucu. Kelihatan gaya anak kecilnya. Walaupun mereka sudah berumur lebih 20 tahun.
Sikap ini mengingatkan saya pada cerita Yanti. Kata Yanti, mahasiswa sebenarnya pengin dekat dengan saya, pengin berdiskusi, pengin belajar menulis, dll. Namun, kalau sudah urusan ‘konsultasi’ mereka undur. Ada yang bilang seram, takut, dan entah apa lagi. Pokoknya kalau sudah mau bertemu, mahasiswa pasti deg-degan. Mengapa? “Ntah, adalah pokoknya,”
“Kalau mau ketemu bapak harus punya mental ekstra,” katanya.
Saya menduga mungkin ini berhubungan dengan sikap saya di kelas. Menurut versi sebagian mahasiswa saya ‘yang tegas’. Entah berapa puluh kali saya dengar mahasiswa suka tegang kalau ikut kelas saya. Tidak berani apa-apa. Bayangkan, ‘bunyi’ HP di kelas tak boleh. HP diambil dan diserahkan ke Program Studi. Mereka harus menjelaskan duduk persoalan kepada ketua prodi, disertai dengan peringatan: jika di waktu lain HP berbunyi juga, bawa orang tua atau wali untuk mengambilnya.
Mengantuk di kelas tidak boleh, pasti akan ditanya apa sebabnya. Akan ditanya, tidur jam berapa, apa yang dilakukan malam, dll.
Terlambat datang kuliah tidak boleh, kadang-kadang tidak dibukakan pintunya. Kalaupun dibuka, pertanyaan meluncur tak habis-habisnya. Jangan coba bohong. Pasti ketahuan. Tidak buat tugas jangan coba-coba. Tak baca buku, juga sama. Kadang mahasiswa (lelaki) komplen karena diambil gelang, kalung dan rokok.
Bukan cuma mahasiswa yang ‘bersalah’ yang mendapat peringatan, tetapi seluruh kelas biasanya kena getah. Saya akan berkhutbah beberapa menit untuk satu kasus.
“Saya heran, waktu pertama masuk, kok bapak ini suka benar ceramah,” kata Marisa, mahasiswa BPI memberitahu. Marisa mengaku sempat mengeluh kepada Alongnya (Abang), karena mendengar ceramah tak tentu rudu.
Yanti, mahasiswa KPI, lain lagi kenangannya. “Yanti ingat, dulu bapak tegur Yanti karena waktu menulis badannya merunduk. Dalam hati Yanti, lho, bapak ini aneh, hal segitu diperhatikan,” kata Yanti suatu ketika.
Zulfian juga punya cerita menarik. “Hadi bilang, kalau mau nguap dia pura-pura cari barang dalam tas. Lalu kepala masuk ke dalam tas, menguap di sana,” kata Zulfian menceritakan perilaku temannya yang ikut kelas saya.
“Tak berani mahasiswa nak menguap langsung begitu,” tambah Zul.
Belum lagi soal nilai. Di kalangan mahasiswa saya dianggap dosen kiler. Kata Yanti, “Macam-macam cerita yang kami dengar dari kakak tingkat tentang bapak. Yang seram-seram deh pokoknya,”
Cerita dari mulut ke mulut ini membuat image tersendiri. “Kami suka heran mendengar cerita itu,” kata Ambar, mahasiswa KPI, suatu ketika.
“Tetapi, ada yang bilang, bapak memang banyak berubah sekarang,” tambahnya.
Walaupun telah berubah –rasanya sih tidak, namun masih sering saya temukan mahasiswa yang ‘takut’ bertemu saya.
Karena itu, kalau sekarang Erni dan kawan-kawan saling dorong mau masuk ke ruangan saya, tidak heran.

***

Saya lihat, akhirnya Erni membuka pintu. Dia memang paling tua di antara temannya. Dan dia juga dikenal paling pede.
Erni masuk, melangkah menuju merja saya dengan membawa sesuatu. Piring, terbungkus koran. Kue!
Sambil meletakkan piring di atas meja, “Pak, selamat ulang tahun,” kata Erni.
Saya mengangguk, senyum. Ya, tanggal 10 April adalah ulang tahun saya. Kamis kemarin. Umur saya 36 sekarang.
Lantas, mereka menyanyikan lagu ulang tahun.
Tetapi, karena dinyanyikan dengan malu-malu, lagu itu ‘tidak menjadi’. Padam sendiri. Ada lirik: “Panjang umur ...panjang umur ... “ diulang beberapa kali. Tetapi, liriknya tak sampai pada kata “Serta mulia”.
Saya yakin, kalau anak saya dengar, dia akan protes. Lagu tidak selesai.
Ya, saya maklum lagunya sumbang. Karena mereka grogi. Saya pun juga grogi dinyanyikan begitu. Kalau tidak grogi pasti lariknya selesai dinyanyikan dengan indah merdu. Saya yakin begitu karena mereka-mereka itu sebenarnya penyanyi dan penyiar. Kabarnya Erni pernah juara dangdut. Badliana, Linda, penyiar radio Pro-Kom. Yanti kabarnya sering latihan nyanyi di kamar mandi. Dian, sering jadi pembawa acara dan moderator.
Kalau bukan karena grogi, karena apa lagi?
Lantas satu persatu mereka mengucapkan selamat ulang tahun. Sambil salaman. Nah betul, umumnya tangan mereka sejuk. Tanda grogi!
Saya merasa terharu. Memang saya pernah mendapatkan perhatian dari mahasiswa PPL yang saya bimbing lima tahun lalu. Memang saya ada mendapatkan ucapan selamat ulang tahun lewat sms. Tetapi, membayangkan dapat kue ulang tahun, belum pernah. Erni dan kawan-kawan memang membuat kejutan.
Mereka memperhatikan saya. Orang yang dicap oleh sebagian mahasiswa sebagai orang yang killer, orang yang kaku, orang yang otoriter dan orang yang arogan.
Saya bertanya dalam hati, mengapa orang seperti saya mendapat ‘rayaan’ ulang tahun dari mahasiswa?
Yang membuat saya kemudian sangat terharu, saya mendapat bocoran bahwa mahasiswa itu ternyata mengumpulkan uang Rp 5000 seorang untuk membuat kue ulang tahun saya. Total Rp 40. 000. Jumlah Rp 5000 memang kecil. Tetapi perhatian yang diberikan tidak ternilai. Saya jadi malu sendiri.
Saya memotong kue yang dibawa Erni – roti black forest yang di atasnya ditaburi meses.
Saya memberikan kepada Linda yang membuat kue itu, kepada Erni yang menjadi penggagas, kepada Dian yang menjadi pengumpul uang Lalu kepada Badliana yang motornya menjadi ‘angkutan umum’, kepada Yanti, Nisa.
Kemudian saya membagikan kepada rekan yang ada di ruangan P3M. Yapandi Ramli, Fahmi Ichwan, Setia, Zulfian, Ibrahim. Rekan kerja lain yang melintas di depan ruang juga dipanggil, ikut menikmati kue ulang tahun.
Saya mengajak mereka itu makan kue, karena saya ingin membuat mereka mengingatkan saya, bahwa saya harus memperhatikan orang lain selalu. Sewajarnya saya membalas perhatian itu kepada Erni dan kawan-kawan, serta kepada orang lain juga.

TERIMA KASIH JUGA KEPADA; PROF DR. JAMES T. COLLINS YANG MENGUCAPKAN SELAMAT ULANG TAHUN PERTAMA SEKALI SAAT KAMI BERTEMU DI HOTEL KARTIKA TANGGAL 8 APRIL 2008. TERIMA KASIH JUGA KEPADA HAIRUL BARIYAH (ISTRI SAYA). DEDI ARI ASFAR, EVI FLAVIA (IDRD), AMALIA IRFANI, JUNIAWATI, DLL.
MOHON DOA SEMOGA SAYA BISA MEMANFAATKAN SISA UMUR DENGAN SEBAIK-BAIKNYA.




0 komentar: