Kamis, 17 April 2008

Perjalanan ke Sungai Karawang, Batu Ampar (1)

Oleh: Yusriadi

“Bang Yus, kita tidak jadi ke Kapuas Hulu. Pindah ke Sungai Karawang, Batu Ampar. Menurut Jakarta, Kapuas Hulu terlalu jauh,” kata Nur Iskandar hari itu.
Nur Iskandar adalah teman sekaligus bos saya di Borneo Tribune. Lengkapnya H. Nur Iskandar, SP. Umurnya setahun lebih muda dari saya. Tetapi, gaya kepemimpinannya hebat. Dia juga yang menjadi pemimpin 'proyek' saya ke Sungai Karawang.


Saya mengangguk saja mendengarnya. Tidak masalah, walau sebenarnya saya sudah terbayang-bayang kampung Nanga Embaloh. Saya yakin, mimpi melihat masyarakat pedalaman ini bisa kesampaian suatu saat nanti. Bukan sekarang.

Saya juga tidak merasa akan jadi masalah jika saya pergi ke Sungai Karawang, sekalipun tempat itu masih asing. Kadang kala justru pergi ke tempat asing jauh lebih mengasyikkan dibandingkan pergi ke tempat yang biasa kita kunjungi.
Karena itulah bagi saya ditugaskan ke Kapuas Hulu oke, ke Batu Ampar juga oke. Perjalanan ke lapangan, jauh atau dekat tidak jadi soal.
Saya selalu antusias kalau cerita turun lapangan. Banyak hal bisa diperoleh. Banyak pengalaman baru. Apalagi kalau pergi ke tempat yang belum pernah dikunjungi. Tidak bisa dinilai.

***

Kami –saya dan Nur Is, mencari informasi tentang Sungai Karawang. Tanya sana- sini. Ada beberapa yang tahu. Banyak yang tidak tahu. Ada beberapa orang yang dapat memberikan gambaran mengenai tempat ini. Tetapi, tidak ada yang dapat memberikan gambaran detil. Mengapa? Saya jadi penasaran.
Saya jadi teringat pengalaman kami sewaktu mencari nama Cali, salah satu kampung di Ketapang. Cali dipilih karena nama ini sudah pernah direkordkan penulis kolonial ratusan tahun lalu, memiliki variasi linguistik yang berbeda dibandingkan kampung Melayu lain. Saya dan Dey Ari Asfar ditugaskan datang ke kampung ini. Saya ditugaskan melihat bentuk bahasa, sedangkan Dedy ditugaskan merakam sastra lisan.
Informasinya macam-macam. Orang Ketapang kota hanya tahu Cali sebagai tempat angker. Banyak ilmu hitam. Ada cerita tentang tentara yang menembak buah kelapa tanpa izin; kelapa itu jatuh, namun kemudian naik lagi ke atas. Ada cerita orang Laur yang datang mencari buah durian; pada malam hari banyak sekali buah durian masak yang jatuh, namun, ketika dicari tidak ada. Menunggu sepanjang malam hanya dapat satu dua buah durian!
Walaupun cerita itu seram namun cerita itu hanyalah cerita dari mulut ke mulut. Tidak tahu siapa yang sebenarnya mengalami peristiwa misteri itu. Tidak ada yang bisa memberikan gambaran yang jelas mengenai tempat ini.
Tentang Sungai Karawang tidak ada cerita misteri. Tidak ada orang yang dapat menggambarkan berapa waktu perjalanan, atau angkutan apa yang dapat digunakan untuk mencapai tempat ini.
“Sungai Kerawang itu dekat Batu Ampar. Tidak jauh,”
“Kalau tidak salah bisa pakai ojek dari Batu Ampar,”
“Kamu bisa pakai motor air dari Rasau, bilang saja turun di Sungai Kerawang,”
Itu saja petunjuk orang.
Tetapi lumayan. Dengan informasi yang sedikit ini saya memilih masuk ke Batu Ampar saja lebih dahulu. Saya pikir, bila sudah sampai ke titik terdekat akan lebih mudah mengatur langkah selanjutnya. Spekulasi saja dahulu!
Bersambung.


0 komentar: