Selasa, 06 Mei 2008

Perjalanan ke Sungai Karawang, Batu Ampar (5)

Oleh: Yusriadi

Pagi. Pukul 05.00.
Kamar yang saya tempati benar-benar istimewa. Dari kamar ini saya mengintip gerakan matahari. Saya mengabadikan matahari terbit. Beberapa kali. Hasilnya lumayan. Saya puas.


Setelah agak terang saya turun ke bawah. Saya berjalan ke arah dermaga satu, melewati lorong. Ada pasar pagi. Aneka sayur, ikan, kue-kue dijual di sini. Saya kira penjualnya kebanyakan orang Madura.
Saya melangkah menuju daratan.
Suasana kampung Batu Ampar agar beda dari banyak kampung yang pernah saya kunjungi. Suasananya terasa agamis.. Pada waktu Subuh saya dengar suara mengaji, tarhim, bacaan shalawat.
Ketika saya jalan di jalan utama Batu Ampar saya melihat beberapa orang berkopiah putih, beberapa lagi berjenggot. Perempuan berkerudung.
Saya juga melihat ada beberapa ruko milik orang Tionghoa. Tetapi tidak banyak. Tidak sebanyak orang Madura. Kabarnya orang Madura cukup dominan di Batu Ampar ini. Mereka cakap berdagang.
Saya membeli pensil, peraut, penghapus, dan baterai – untuk bekal pengumpulan data, di toko orang Cina, tidak jauh dari ‘terminal ojek’ di simpang pasar. Toko itu baru buka. Saya adalah pembeli pertama.
Setelah itu saya kembali ke penginapan.
Ketika saya melewati lorong pasar dekat pintu masuk ke penginapan, Mbah memberitahu saya ada sopir taksi menunggu.
Kami bersalaman. Memperkenalkan diri.
Lalu dia menceritakan tentang Sungai Karawang. Tempat itu menurutnya cukup jauh, dua jam perjalanan. Dia menyebutkan perjalanannya ke sana mahal. Untuk minyak saja diperlukan lebih kurang Rp 100 ribu. Tambah lain-lain. Dia minta Rp 300 ribu.
Saya agak terkejut dengan harga itu. Bandingan dengan bayangan saya tadi cuma Rp 75 – 100 ribu. Rp 300 itu mahal.
Saya mencoba menawar dengan menceritakan bahwa menurut informasi yang saya peroleh, seharusnya biaya tidak lebih dari Rp 100 ribu. Saya juga menyebut nama orang yang saya kenal bekerja di Batu Ampar.
Saya menawar biaya Rp 150 ribu. Saya sebutkan pekerjaan saya dan apa yang saya akan lakukan di Sungai Karawang.
Namun dia tak bergeming. Padahal kalau dia mau Rp 200 ribu mungkin saya akan ikut dia.
Dia lantas menyarankan saya menunggu speed yang ke Telok Melano, pukul 10 pagi atau tunggu motor air sore. “Kalau ikut motor air bisa pilih yang ke Paket juga. Banyak,” katanya.
“Ada yang jam 10 pagi? Mengapa sebelumnya tidak ada yang memberitahukan mengenai speed yang berangkat pukul 10 pagi ini?” tanya saya.
Sungguh saya tersentak mendapat informasi ini. Informasi yang saya peroleh, saya baru dapat ke Sungai Karawang pada sore hari. Ini, pagi hari. Kalau berangkat jam 10 pagi, tak perlu saya sewa taksi. Bayangkan, sekarang pukul 07-an pagi, kalau berangkat pukul 10.00 pagi, berarti saya hanya perlu tunggu 2 jam lebih lagi. Bayangkan, ratusan ribu bisa dihemat!
Karena itu, saya sangat berterima kasih atas kebaikan sopir taksi itu. Kalau dia berniat tidak baik mungkin saya dimakannya.
Tuh, ini bukti bahwa di dunia ini masih banyak orang baik.
Bersambung.

0 komentar: