Kamis, 28 Agustus 2008

Catatan untuk Kongres Kebudayaaan Kalbar (2)

Oleh Yusriadi

Pukulan gendang mengiringi tari rancak penari dari sanggar Kijang Berantai. Penari dengan pakaian khas Melayu, mengenakan baju kurung, berkain kebaya bermotif corak insang. Tajak tinggi dikenakan lelaki. Sedangkan perempuan mengenakan sanggul.


Atraksi ini dilanjutkan tarian bercorak pribumi lain. Mereka, memperlihakan simbol Dayak. Mandau dan parang di tangan, ikat kepala tersemat bulu burung ruai. Rentak tari, pekik alunan, memperlihatkan ciri khas yang orang kenal sebagai Dayak.
Atraksi ini dipersembahkan pada bagian akhir acara pembukaan Kongres Kebudayaan. Yang hadir, para pemangku dan pakar adat, peneliti, aktivis sosial, pengambil keputusan, memberikan apresiasi. Tepuk tangan bergemuruh. Apresiasi ditunjukkan dengan simbol yang sama.
Apakah pemahaman yang sama ini akan terjelma sepanjang kongres? Apakah apresiasi positif akan ditunjukkan yang hadir dalam kongres itu saat mereka berdiskusi pada hari-hari berikutnya?
Apakah cara berpikir dalam melihat atraksi budaya dapat ditunjukkan saat mereka melihat keragaman yang muncul di tengah realitas sosial?
Tentu pertanyaan ini muncul ada sebabnya. Masalahnya, seperti yang sempat dikhawatirkan beberapa kalangan, ada keraguan mereka terhadap ‘kesiapan psikologis’ peserta. Kesiapan menerima dalam pengertian pemahaman akan adanya pluralisme memang telah wujud, namun pemahaman akan multikulturalisme belum sampai. Masing-masing masih sadar akan adanya perbedaan, tetapi penerimaan terhadap keragaman itu masih sering jadi masalah. Padahal, pemahaman seperti inilah yang sangat diperlukan. Sangat diperlukan untuk menumbuhkan pengertian.
Pengertian ini akan menjadi puncak penyelenggaraan kongres kebudayaan. Karena, seperti yang diharapkan fasilitator, kongres ini akan menghasilkan rekomendasi. Satu usulan, satu kesepakatan bersama, yang pasti wujud melalui proses pengertian dan pemahaman atas perbedaan budaya.
Seorang peserta kongres sempat mengungkapkan kekhawatirannya. Dia sangat khawatir kongres tidak menghasilkan hasil yang memuaskan karena dia membayangkan ada peserta akan larut dalam kungkungan ‘kesiapan psikologis’.
“Saya titip pesan, jangan ribut,” bisiknya.
Ribut yang dimaksudkannya adalah debat kusir.
Entahlah. Memang, debat kusir tidak baik. Ngotot. Tidak akan menghasilkan jalan keluar. Tidak akan menghasilkan kesepakatan. Padahal, kesepakatan itulah hasil yang diharapkan dari kongres ini. Habis



Baca Selengkapnya...

Catatan untuk Kongres Kebudayaan Kalbar (1)

Yusriadi
Borneo Tribune, Pontianak

Hari ini, Senin (25/8), Kongres Kebudayaan Kalbar digelar. Kegiatan yang difasilitasi Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Pontianak melibatkan berbagai elemen di daerah ini.


Kita harus memberikan apresiasi terhadap penyelenggaraan kegiatan ini.
Pertama, ada gagasan besar di balik rencana penyelenggaraan, dan ada mimpi besar yang ingin dicapai melalui kegiatan ini.
Kegiatan ini sangat penting untuk masa depan Kalbar. Sejumlah tokoh, elemen masyarakat bertemu. Mereka membahas mimpi bersama, di ruang geografi dan sosial yang sama.
Memang sudah pernah ada pertemuan berbagai elemen selama ini. Tokoh-tokoh yang diundang –jika dilihat dari daftar undangan yang disebarkan panitia, sudah biasa bertemu, sudah saling kenal antara mereka. Namun, bertemu untuk membahas bentuk kebudayaan bersama, belum pernah dilakukan. Mereka belum pernah dibawa dalam suasana bermimpi tentang ruang sosial yang dicita-citakan.
Tentu, harus disadari bahwa untuk memenuhi harapan besar itu tentu tidak mudah. Tujuan yang sangat ideal dari kongres kebudayaan, mungkin tidak dapat dicapai seideal yang dicita-citakan. Tiga hari kegiatan terlalu singkat untuk sesuatu yang besar bagi Kalbar itu.
Apalagi kalau kemudian, ada di antara peserta kongres yang belum siap diajak bermimpi bersama. Tujuan mungkin sulit dicapai jika ada peserta yang ‘nogin’ dengan harapannya sendiri dan dengan bayangan-bayangannya sendiri.
Kedua, kegiatan ini hanya bisa dilaksanakan karena ada kerja keras dan kesungguhan yang ditunjukkan orang-orang di BPSNT, khususnya Ketua Balai, Lisyawati Nurcahyani. Persiapan penyelenggaraan, meskipun mungkin ada yang kurang, setidaknya sudah menyita pikiran, tenaga dan waktu fasilitator sejak tahun lalu.
Gagasan ini dilontarkan ke publik oleh Ketua BPSNT Lisyawati dan Rektor Untan Pontianak Dr. Chairil Effendy, dalam dialog tokoh budaya di Pontianak November 2007. Gagasan itu –meskipun berbeda muatannya, namun, bersambut. Dukungan diberikan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Rihat Natsir Silalahi.
Lalu, BPSNT melanjutkan dengan pertemuan tokoh. Di sisi lain, Borneo Tribune mendorongnya dengan menjaring opini publik.
Tim penjaringan yang diturunkan ke lapangan untuk menghimpun pendapat. Laporan M Nasir, dkk dari BPSNT yang turun ke sejumlah daerah, bertemu dengan tokoh-tokoh, memperlihatkan apresiasi yang besar.
Sesudah itu beberapa kali pertemuan dilaksanakan. Debat dan diskusi yang kadang kala sangat alot. Kadang kala karena peserta pertemuan tidak tetap –sebab wakil organisasi yang hadir dalam rapat pertama, mewakilkan kepada orang lain dalam pertemuan berikutnya. Selalu saja ada peserta yang baru dan mengajukan pertanyaan yang hampir sama. Adakalanya pertemuan membosankan. Masalah yang diangkat berulang-ulang.
Kadangkala, karena ekspektasi peserta yang tinggi, saran yang disampaikan sangat ideal. Tujuan kegiatan, format kegiatan, nara sumber dan peserta , waktu dan penyelenggaraan dibahas berkali-kali. Proposal yang sudah dibuat pada mulanya, kemudian dirumuskan kembali karena dianggap belum sesuai. Banyak peserta yang menginginkan kongres dilaksanakan se-wah dan sebaik mungkin. Mereka tidak ingin kongres dilaksanakan asal-asalan. Tak ingin pula, kongres yang dilaksanakan dengan susah payah, kelak kemudian tidak diterima masyarakat, hasilnya.
Pada akhirnya, kerja keras fasilitator membuahkan hasil. Setidaknya, seperti disaksikan, hari ini, kegiatan itu dilaksanakan.
Mudah-mudahan kegiatan ini sukses.
Jika pun hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan, pasti tetap ada nilai positif dari kegiatan ini yang bisa dipetik.
Selamat berkongres. Bersambung.



Baca Selengkapnya...