Rabu, 14 Januari 2009

Membicarakan Bupati KKU, Hildi Hamid

Oleh
Yusriadi
Redaktur Borneo Tribune


Hildi Hamid. Nama itu cukup menonjol dalam pandangan banyak orang di Kalbar sekarang ini. Saya memberikan catatan khusus terhadap tokoh yang 10 tahun lalu tidak cukup diperhitungkan itu.



Program pendidikan gratis cukup menawan. Kebijakan meningkatkan anggaran pendidikan di KKU yang mencapai 23 % adalah kebijakan yang luar biasa.
Luar biasa karena kebijakan itu sudah menimbulkan tarik menarik yang kuat. Tidak mudah. Sepanjang saya membuat liputan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan di pemerintah kota Pontianak dahulu, saya memahami persoalan anggaran adalah persoalan rumit. Rumit karena ada kepentingan di sana. Ada kepentingan rakyat, ada kepentingan hasil musyawarah pembangunan –kelompok kelas menengah, ada kepentingan pejabat, ada juga kepentingan politisi. Ada juga kepentingan kontraktor.
Macam-macam.
Banyak orang kaya di daerah kita ada kaitan dengan kepentingan-kepentingan itu. Orang-orang kaya di sekitar kita banyak yang hidup dari sumber anggaran; baik langsung maupun tidak langsung. Ada pimpinan proyek, ada kontraktor, dan ada mitra kontraktor.
Pembahasan anggaran juga rumit. Rumit juga karena ini menyangkut hitung-hitungan. Ada pos-pos yang sudah harus diisi. Mengisi pos formal sebagaimana yang tercantum dalam pagu yang biasa mungkin tidak susah, yang susah adalah bersikap luwes terhadap pagu itu. Sebabnya, kepentingan anggaran tidak pernah kaku. Selalu harus ada kebijakan anggaran untuk menyesuaikan kehidupan yang dinamis.
Karena itu, selalu kita dengar ada yang mengatakan perubahan mudah disebutkan tetapi sulit dilakukan. Boleh tanya pada semua kuasa anggaran untuk mendapatkan informasi bagaimana sulitnya 'pekerjaan itu'. Bahkan, saya kira semua pejabat administrasi yang mendampingi seorang kepala, mulai dari Sekretaris Daerah, hingga pejabat kepala Tata Usaha, semua pernah merasakan hal yang sama. Jika mereka tidak mampu menikmati pekerjaan, mungkin awal-awal mereka sudah menyerah.
Di tengah situasi seperti ini tentu perubahan yang besar sulit dilakukan. Dan apa yang diperlihatkan di Kayong Utara, bisa dilakukan. Ada kebijakan Hildi Hamid. Dan ada penyesuaian yang bisa dilakukan Tim Anggaran KKU.
Selama ini, banyak orang yang mengatakan dirinya memperhatikan pendidikan, namun sebenarnya perhatian itu hanya di mulut. Termasuk juga banyak orang yang menjanjikan perhatian pada rakyatnya, tetapi sebenarnya perhatian yang mereka berikan sangat terbatas. Pada tataran praktis mereka tidak dapat melaksanakannya karena kekuatan tekanan tidak diberikan. Lalu, akhirnya apa yang mereka katakan lebih banyak slogannya dibandingkan aksinya.
Lalu muncullah ungkapan: "Sulit. Saya tidak didukung staf,"
Kedua, Hildi membuat program pelatihan untuk pendamping desa. Sistem advokasi seperti ini memang mengingatkan kita pada program pemerintah dahulu dengan konsep sarjana penggerak pedesaan. Tetapi, saya kira paradigma berbeda. Saya menebaknya demikian karena saya melihat bagaimana Hildi melibatkan expect dari kalangan lembaga pendampingan–kalangan LSM.
Saya masih percaya, orang-orang di lembaga pendampingan ini berbeda cara pikirnya dengan tutor-tutor yang memandu sarjana penggerak pedesaan, dahulu.
Lalu, saya berpikir andai saja sarjana pedesaan ini juga dibekali dengan ilmu riset dan ilmu menulis sudah pasti hasil dampingan akan sangat maksimal. Bak mendayung, sekali dayung dua tiga pulau terlampaui.
Pendampingan saja tanpa bahan pertimbangan pendampingan yang cukup dan kuat –yang bahan itu akan lebih baik jika diperoleh melalui riset, bisa membuat pendamping tidak dapat membuat keputusan yang tepat. Keputusan yang tepat sangat berguna untuk mengambil tindakan yang tepat.


0 komentar: