Minggu, 01 Februari 2009

Kompromi Naga

Oleh: Yusriadi
Redaktur Borneo Tribune

“Arak-arakan naga di Pontianak, boleh,”
Saya menyimak kabar yang disampaikan teman wartawan, kemarin.
“Perarakan dilaksanakan di kawasan Jalan Gajahmada Pontianak dari jam satu sampai jam enam,”
Ya, syukurlah.
“Semoga berjalan baik,”




Saya mengucap dalam hati.
Pemerintah Kota Pontianak akhirnya menemukan solusi. Naga sudah mendapat tempat yang lebih luas agar dapat meliuk. Orang yang protes juga sudah didengar.
Tidak ada yang diabaikan.
Saya memuji Walikota Pontianak, Sutarmidji, karena kearifannya itu.
Saya memuji pengarak naga yang telah berbijak rasa. Tak bisa membawa naga berarak keliling kota, di kawasan Gajahmada pun cukuplah. Ruas jalan itu cukup panjang. Ruas jalan itu cukup ramai. Kawasan yang representatif untuk mempertunjukkan kehadiran naga.
Kalaupun kemudian kawasan ini macet, kalaupun kemudian kawasan ini tertutup sewaktu perarakan dilakukan, masih ada pilihan. Ada jalan keluar ke kawasan Tanjungpura yang lempang. Ada kawasan Jalan Suprapto, atau Jalan Ahmad Yani sebagai pilihan.
Saya juga memuji orang yang menolak arakan naga. Mereka telah berlapang dada. Mereka bukan orang yang pikirannya tertutup yang tidak bisa diajak kompromi. Mereka bukan orang yang tidak berbudaya, yang tidak menghargai budaya orang lain. Mereka terbuka. Mereka mengerti budaya. Sekalipun, kemarin-kemarin, pengertian itu sepertinya menimbulkan kesan, agak terbatas.
Setakat ini, saya menganggap pilihannya ini adalah kompromi yang paling baik, yang bisa diambil saat ini. Pilihan yang saya kira, keputusan begini sudah cukup memuaskan di tengah pro-kontra pelaksanaan perarakan di tengah kota.
Pilihan ini tentu akan menjadi pilihan yang akan lebih baik dan memuaskan jika dalam proses dan pasca negosiasi tidak ada yang merasa kalah dan tidak ada juga yang merasa menang. Dalam konteks ini, bukan siapa kalah dan siapa menang. Bukan soal siapa mundur dan siapa yang maju. Semua orang berusaha mencari kebaikan bersama. Semua orang memikirkan kepentingan bersama. Memikirkan kepentingan orang lain.
Sekarang, di tengah situasi yang kompromistis itu, terpulang bagaimana penyelenggara mengatur agar arak-arakan bisa dilaksanakan sebaik-baiknya, dengan hasil yang sebaik-baiknya, sehingga tercapailah tujuan mereka mengapa perarakan harus dilakukan.
Sekarang, terpulanglah bagaimana penyelenggara dapat berkordinasi dengan pihak pemerintah, dengan pihak keamanan, dan dengan pihak lain yang mungkin perlu dilibatkan. Sehingga pada akhirnya secara moral memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan perarakan yang sukses, dan merasa punya tanggung jawab bersama untuk memelihara situasi tetap aman dan damai.
Saya kira panitia menyadari bahwa ini kegiatan internal. Tetapi, ketika kegiatan internal mengalir ke ruang publik, tentu ada sisi ruang publik yang harus diperhatikan. Ada hal yang seharusnya dikongsi bersama.
Ada kesadaran bahwa ruang publik itu bukan milik sendiri. Ada orang lain yang berbeda. Berbeda minat, berbeda cara pandang, dan berbeda budaya.
Gong xi fat cai.


0 komentar: