Jumat, 06 Februari 2009

Ovaang Oeray dan Borneo

Oleh
Yusriadi
Redaktur Borneo Tribune


Ovaang Oeray. Rasanya tidak ada orang Kalbar yang tidak pernah dengar nama itu. Beliau gubernur Kalbar di awal kemerdekaan. Nama ini menjadi kebanggaan. Dialah perintis jalan: orang lokal, orang pedalaman bisa sukses di pentas politik. Nama ini mengingatkan: orang lokal bisa memimpin. Nama itu sangat popular.




Di Kalbar, bahkan, nama itu menjadi ikon penting. Ikon yang digunakan untuk menarik perhatian orang. Sejumlah orang-terutama politisi, menjadikan nama ini sebagai penarik simpati.
Popularitas itu merunu ke istri beliau. Manuver politik tidak sah tanpa sowan kepada beliau.
Tetapi, siapa sebenarnya beliau? Bagaimana kelahirannya? Bagaimana sejarah pendidikannya? Bagaimana kiprah politiknya? Bagaimana pemikirannya? Tidak banyak diketahui.
"Seharusnya ada tulisan tentang beliau,"
"Seharusnya ada yang mau menulis tentang beliau,"
"Seharusnya orang-orang yang mengagumi beliau, menghormati beliau, dan 'menggunakan beliau', mengusahakan hal itu,"
Inilah desakan yang muncul di dalam benak saya.
"Mengapa saya mendesak orang?"
"Mengapa saya tidak menulis sejarah beliau?"
Pikiran itu menggelegak di benak saya. Menggelek begitu saja.
Teman saya, Muhlis Suhaeri mempunyai pikiran yang sama.
"Mengapa orang tidak menulis tentang Ovaang Oeray?"
Kami membicarakan hal ini beberapa kali.
Tetapi, bedanya, saya tidak melakukan apa-apa. Muhlis memulainya.
"Mumpung ibu Ovaang Oeray-istri Ovang Oeray maksudnya, masih bisa ditanya-tanya," begitu kata Muhlis.

***
Satu bulan lalu, Andri, dari Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) bertemu saya. Dia meminjamkan bahan-bahan yang berkaitan dengan hipotesis Kalimantan bagian barat (KBB) sebagai tanah asal usul bahasa Melayu.
"Penelitian kecil-kecil," katanya merendah.
"Saya ingin menulis," Saya, seperti juga cerita Ovaang Oeray, menyadari pentingnya tulisan tentang KBB sebagai tanah asal usul bahasa Melayu.
Para ahli bahasa, ahli arkeologi sangat meyakini temuan itu. Sosiolog juga menyepakati hal itu.
Tetapi, temuan ini belum popular. Maklum, sarat dengan implikasi. Teori ini merubah keyakinan yang dipegang selama ini: bahasa Melayu asal dari Riau. Teori ini juga merubah pandangan orang yang membipolarisasi Dayak-Melayu di Kalbar berada pada dua sisi yang berbeda.
Teori ini menempatkan Dayak-Melayu pada satu sisi: Asal yang sama. Teori ini menyadarkan banyak orang bahwa Dayak-Melayu di Kalbar ini berbeda karena perbedaan social -dan semakin sangat berbeda karena perbedaan politik.
Orang yang punya kepentingan pasti tidak mau kehilangan isu. Karena itu, mereka merasa penting untuk memelihara isu ini.
Malangnya, orang yang berkepentingan menghilangkan perbedaan itu juga tidak berniat mempopulerkan hipotesis ini. Sehingga akhirnya, momentum menghapus perbedaan lewat begitu saja.
"Lalu kamu?"
Ya, tiba-tiba saya merasa menjadi orang yang bermulut besar. Banyak omong, tetapi tak buat kerja.
Saya menjadi orang yang tak berdaya: hanya bisa menyaksikan perkembangan selanjutnya. Menjadi penonton yang melongo. Menjadi penonton yang dalam hati mengatakan: saya sudah pernah berpikir tentang itu.
Lalu, saya menjadi orang yang bisanya membaca tulisan orang lain: tulisan Muhlis tentang Ovaang Oeray, atau tulisan Andri tentang KBB. Merana sungguh.


0 komentar: