Senin, 23 Maret 2009

Bingung Milih Wakil

Oleh Yusriadi
Redaktur Borneo Tribune

“Bang, lagi bingung ni. Sebaiknya pilih siapa ya?”
Beberapa waktu lalu seorang teman dekat menghubungi saya, dan bertanya soal pilihannya, minta pendapat soal siapa calon legislatif yang akan dipilih dalam Pemilu beberapa hari mendatang.




”Kok bingung?!”
”Ya, bingung ... banyak benar yang harus dipilih,”
Dia lantas menceritakan, lebih sepuluh orang yang masuk daftar orang yang harus dipilihnya.
”Caleg yang keluarga lebih dari sepuluh orang,”
Dia lantas menguraikan caleg yang masih sepupunya empat orang. Caleg yang terhitung paman, tiga orang. Caleg yang ’tiba-tiba’ menjadi keluarga dekat 3 orang. Tiba-tiba maksudnya, dahulu-dahulu macam tidak kenal meskipun pangkatnya masih sepupu dua dan tiga kali. Tetapi sekarang, katanya, macam iye-iye. Caleg yang terhubung dari ikatan perkawinan kakak adiknya 3 orang. Caleg dari keluarga pacarnya, 2 orang.
”Semunya minta dukungan kita,”
Cukup?
Belum. Masih ada lagi. Ada lima caleg dari kalangan temannya. Teman kerja, teman kuliah, dan teman hobby. Semunya juga sudah titip pesan jauh-jauh hari.
”Memelas rase hati tengok mereke,”
Padahal, katanya, dia sendiri sudah ada pilihannya sendiri. Ada satu tokoh yang selama ini dinilainya sangat baik kinerjanya. Tokoh lokal itu, hampir menjadi idolanya. Sejak awal sebenarnya dia berniat memilih tokoh ini. Dia yakin tokoh ini sangat layak jadi wakil rakyat. Tokoh ini sangat cocok untuk duduk di kursi wakil rakyat.
”Trackrecordnya bagus. Tidak buat janji-janji muluk. Penampilannya bagus. Orangnya bagus. Masih muda lagi,”
Saya kira pujiannya tidak berlebihan. Sebab, saya juga mengenal tokoh yang disebutkan itu. Kalau saya memilihpun, untuk level dewan tingkat ... tentu nurani saya akan pilih dia. Tapi, malangnya saya tidak ikut memilih.
Saya memberikan jalan keluar pada teman saya itu.
”Ya, ndak apa-apa. Waktu milih nanti ’khan kamu ndak bilang siapa-siapa. Rahasia. Pilih saja siapa yang mau kamu pilih,”
”Ndak semudah itu, Bang,”
Aku terperanjat juga mendengar ’tetapian’nya. Kok tidak semudah itu?
”Memang sulitnya di mana?”
”Saya sudah bilang mendukung keluarga-keluarga dan teman yang sebelumnya minta dukungan. Khan ndak enak juga nanti mereka tidak dapat suara. Kesian juga adalah sikit-sikit. Lagian, tetap saja tidak enak kalau sudah janji, tetapi tidak ditepati,”
Ya, memang rumit. Tapi, saya segera sadar. Saya tidak mau terlibat dalam kerumitan yang menurut saya agak konyol.
”O... begitu. Gampang jak. Kamu tusuk semua gambar orang itu. Jadi,”
”Ngacau jak. Hanguslah suara kita,”
Saya tertawa. Tertawa karena mendengar bantahannya. Memang tadi, saya asal bunyi.
”Atau ... tak usah milih jaklah ngape. Daripada bingung-bingung. Tadak pula kamu berdosa karena bohong,”
Asal bunyi lagi.
Asal bunyi, karena saya kira, memilih tidak memilih, sementara kita tahu siapa orang yang harus dimenangkan, juga salah. Sikap begini sama saja dengan membiarkan orang yang tidak layak menjadi wakil karena pilihan orang lain. Bisa-bisa sikap seperti ini membiarkan kemungkaran, pada akhirnya.
Kita harus memilih orang yang layak.
Tetapi, saya juga mengerti, teman saya itu masih memiliki pertimbangan lain. Dia sudah terlanjur janji, dan janji itu harus ditepati. Dia, berbeda dengan sejumlah orang yang tega-teganya memberi janji kepada caleg: ”siiip pak, kami dukung Bapak,”, tetapi, sebenarnya tidak. Orang yang begini menipu, namanya. Berbohong. Orang kita sekarang ini sedang berada dalam situasi itu. Mereka terjebak menjadi penipu. Lihat saja imbauan orang tertentu: ”Apapapun yang dibantu orang pada kita ambil saja .... apa yang bisa diminta dari caleg itu mintalah sekarang, mumpung ... Soal memilih, pilihlah sesuai hati nurani”.
Ini jelas menipu. Ini bukan ajakan yang baik.
Sedihnya, orang tidak merasa berdosa karena mereka tidak memikirkan bagaimana caleg-caleg itu ’memaksakan’ diri menabur uang dan janji, setelah terambul janji manis calon pemilih.
Orang tidak merasa berdosa karena menganggap menipu orang yang menipu, itu baik.
”Ah, Abang bikin saya tambah bingung,”
Dia menyerah. Saya tertawa.


1 komentar:

maududi mengatakan...

memang sedang terjadi kebingungan,
baru mau jadi wakil saja, sudah membuat orang bingung, apalagi sudah jadi wakil makin membingungkan.