Sabtu, 16 Mei 2009

Pengukuhan Profesor Dr. Chairil

Oleh Yusriadi
Redaktur Borneo Tribune

Hari itu, Senin (11/5/2009), di Auditorium Untan Pontianak, Dr.Chairil Effendy dikukuhkan sebagai profesor sastra Universitas Tanjungpura Pontianak.
Dalam pengukuhan itu, Dr. Chairil menyampaikan pidato berjudul ‘Sastra Lisan, Kearifan Lokal, dan Pembangunan Berkelanjutan’. Isinya menarik perhatian. Bernas. Tawarannya juga penting dipertimbangkan untuk kepentingan pembangunan bangsa.

Tetapi, lebih dari itu, bagi saya, amat menarik menyimak cara Dr. Chairil menyampaikan pidato. Suaranya menggema. Bertenaga. Sangat berwibawa. Cara dia membaca teks, enak didengar. Nadanya terjaga. Padahal… dia membaca teks pidato yang sangat panjang.
Saya mengingat-ingat, gaya seperti itu layaknya gaya seorang kepala daerah. Gaya seorang orator. Politisi.
“Hebat Pak Chairil ya, tak nampak capek dia membaca teks sepanjang itu”.
Tak dapat menahan mulut. Saya sampaikan pujian itu kepada seorang teman di sebelah saya.
Tentu, saya membandingkan diri sendiri. Saya pernah menyampaikan orasi ilmiah dalam wisuda STAIN Pontianak 3 tahun lalu. Awal-awal saja saya bisa memperlihatkan ‘power suara’. Beberapa menit kemudian, ‘habis’. Jujur saja, saya merasa ‘lemah’ waktu itu, waktu melihat kenyataan bahwa saya tidak bertenaga sampai akhir.
Lalu, saya membandingkan kemampuan Dr. Chairil dengan ilmuan lain di Kalbar saat pengukuhan sebagai profesor. Saya rasa, jarang juga menjumpai ilmuan lain yang punya kekuatan seperti itu – maaf kalau pengetahuan saya terbatas.
“Itulah hebatnya, Pak Chairil,” kata seorang teman yang duduk di samping saya, ketika mendengar penilaian saya.
Tapi, kehebatan Dr. Chairil bukan cuma itu. Dia magnit. Saat pengukuhan itu, banyak sekali orang yang hadir. Kursi di ruang pertemuan itu sebagian besar terisi. Ratusan orang. Mungkin total-total orang yang ada di Audit ketika itu di atas seribu.
Mereka yang hadir, adalah rekan kerja, handai taulan, pejabat dan relasi. Yang paling mengesankan, beberapa orang yang datang dalam acara itu adalah ilmuan popular di Kalbar. Dari berbagai bidang. Saya mengenal mereka.
Saya juga terkesan dengan banyaknya karangan bunga yang dipajang di depan gedung Auditorium itu. Ucapan selamat dari berbagai kalangan, ada yang mengatasnamakan lembaga, banyak juga yang atas nama perorangan. Tidak saja dari para ilmuan, tetapi juga dari praktisi: politisi, pelaku ekonomi, dan birokrat. Hari Kamis kemarin, ketika saya ke FKIP Untan, sekali lagi saya melihat untaian ucapan apresiasi itu.
Semua itu menunjukkan ‘keberadaan’ Dr. Chairil di mata banyak orang, sebagai orang yang diakui. Semua itu menunjukkan Dr. Chairil punya banyak teman dan relasi, orang-orang yang ‘menyukainya’. Sungguh beruntung Untan dan Kalbar memiliki seorang seperti Dr. Chairil. Asset yang luar biasa.
Akhirnya, sekali tentu saja saya secara pribadi terkesan pada momentum pengukuhan itu karena ada pameran buku-buku terbitan STAIN Pontianak Press. Buku-buku terbitan dari penerbit ini dipamerkan. Saya terkesan -- dan sangat membanggakan hal itu, karena saya tahu dinamika, semangat serta gairah menerbitkan karya tulis di STAIN Pontianak Press.
Sebagian dari buku – banyak buku, Dr. Chairil diterbitkan penerbit ini.
Saya bangga karena STAIN Press ikut mengantar Dr. Chairil ke puncak pencapaian seorang ilmuan. Dan, saya bangga karena sang ilmuan itu menghargai dan memberi ruang kepada penerbit STAIN Pontianak Press.
Mudah-mudahan Dr. Chairil menjadi profesor yang tetap mengkilap sebagai seorang ilmuan. Mudah-mudahan pula jejak itu diikuti oleh ilmuan lainnya, kelak.




1 komentar:

Unknown mengatakan...

"dongeng sebelum tidur" menghantarkan seorang ilmuan besar Kalbar bernama Chairil Effendi sebagai Profesor sangat menakjubkan.Bang Yus, mudah-mudahan kan terhantar juga atas kiprah abang di Kalbar.Amin!!!!