Selasa, 14 Juli 2009

Dari Sambas ke Sulawesi, Kok... Lewat Kuala Lumpur?

Oleh Yusriadi
Borneo Tribune, Pontianak

Rasanya, belum pernah terlintas dalam pikiran saya ada orang Sambas pergi ke Sulawesi lewat Malaysia. Setakat ini, yang saya tahu para pejabat Kalbar dahulu kalau mau ke Kapuas Hulu, melintasi lewat Sarawak.



Tetapi itulah yang saya jumpai ketika bulan lalu kembali ke Pontianak. Hari itu, dalam perjalanan dari Kuching ke Pontianak, saya duduk bersebelahan dengan seorang lelaki paroh baya. Lelaki itu, bersama istri dan anaknya. Istri dan anak lelaki itu duduk di deretan kursi kami.
Semula saya tidak menyangka mereka orang Kalbar. Hatta, orang Sambas.
Sejak naik dari Kuching saya mendengar percakapan mereka. Kesan saya, percakapan mereka seperti gaya orang Jakarta bercakap. Malah mereka begitu asyik membicarakan ‘pengalaman’ dalam perjalanan.
Mereka sempat bertanya pada sopir tentang perjalanan bis dari Pontianak ke Kuching.
“Kalau sampai ke Kuching pukul berapa, Pak?”
“Sekitar pukul 8”.
“Terlambat gak ya, kalau naik bis malam, mau kejar penerbangan ke Kuala Lumpur pukul 10 pagi”.
“Tidak”.
Sopir meyakinkan mereka.
“Kalau gitu kami pesan tiket nanti Pak. Ada 10 orang”.
Saya sendiri yang mendengar ingin menyeletuk, tidak yakin. Bagi saya terlalu mepet waktunya. Tetapi, tentu saya tidak enak mau nimbrung. Kenal saja tidak.
Jam 8 sampai. Ini itu di terminal, mungkin 15 menit atau setengah jam. Kononnya mereka mau makan dahulu, cuci muka, buang air, dll.
Peraturan Air Asia, sedikit menyeramkan: terlambat tiket hangus! Saya bersama Dedy teman saya, sudah pernah merasakan hal itu, sewaktu mula-mula ikut penerbangan ini. Terlambat sedikit saja karena nyasar di Kuala Lumpur International Airport. Padahal, terbang dengan Air Asia harusnya di LCCT. Kami kira, penerbangan Air Asia sama dengan penerbangan Malaysia Air Line (MAS).
Perjalanan dari Terminal Bis Kuching ke Terminal Kapal Terbang Kuching memang tidak jauh. Paling 20-30 menit sampai. Tetapi kadang kala urusan check in, dll juga tidak bisa dengan cepat.
“Terlalu beresiko”.
Tetapi, saya kira mereka pasti sudah tahu itu. Apalagi saya sempat menduga mereka adalah orang Indonesia yang bekerja di Kuala Lumpur. Entah pegawai kedutaan, entah apa.
Kami turun di perbatasan, cop passport.

***

Setelah turun di perbatasan, setelah naik kembali ke bis, barulah kami berkenalan. Kami bercakap-cakap banyak hal.
Mula-mula tentang cop passport. Lalu, berpindah ke soal prilaku orang Bea Cukai di perbatasan yang memeriksa barang penumpang, tentang jalan yang sempit, dll.
Pembicaraan kami agak panjang ketika membahas soal pemilihan presiden. Analisis ‘bapak itu’ sangat menarik. Saya menyukai diskusi soal mengapa pilih siapa.
Nah, lama kemudian pembicaraan mengalir pada siapa bapak itu.
“Kami dari Sambas”.
Lalu dia menceritakan tentang dirinya, istrinya dan anaknya.
“Kami baru dari Sabah”.
Rupanya mereka melancong ke puncak Gunung Kinibalu mengisi liburan sekolah anak. Anak mereka baru selesai ujian. Rencananya, setelah pengumuman –dan mereka yakin anaknya lulus, mereka semua akan berangkat ke Sulawesi.
“Biar dia sekolah di sana”.
“Kok ke Sulawesi lewat Malaysia?”
“Ya, jauh lebih murah. Banyak tiket promosi”.
Katanya, istrinya sangat rajin melihat-lihat internet untuk melihat booking Air Asia.
“Promosinya gila-gilaan.” Katanya, takjub.
Ya, tiket Air Asia memang terkenal murah. Untuk dapat tiket murah lihat saja situs boking tiket.
Sebagai contoh, kadang kala penerbangan dari Kuching ke Kuala Lumpur, bisa lebih murah daripada naik bis dari Pontianak ke Putussibau. Harganya berbeda-beda tergantung keberuntungan. Kadang kala bisa dapat 30 ringgit (dikalikan Rp 3 ribu = Rp90 ribu). Kadang kala malah RM 0. Penumpang hanya bayar administrasi saja.
“Bandingkan kita terbang dari Pontianak ke Jakarta, lalu dari Jakarta ke Sulawesi. Mungkin Rp2 juta tidak lari, pulang perginya. Apalagi kalau musim sibuk,” katanya.
Saya terus melongo-longo mendengar penjelasan dia. Sungguh, seumur-umur baru kali ini dengar rute perjalanan tersebut. Padahal, saya sudah naik pesawat Air Asia lebih dari 10 kali. Tak pernah terpikir tentang hal seperti itu.
Cerita bapak ini membuat saya menghayal, suatu saat saya akan terbang ke Sulawesi juga dengan menggunakan Air Asia, melalui Kuala Lumpur. Mungkin saya akan terbang ke Bali, atau ke Aceh menggunakan jalur yang sama. Toh, walaupun nampaknya agak berputar-putar, namun, jauh lebih hemat. Bayangkan saja kalau ke Bali hanya Rp 200-an ribu saja. Mengapa tidak?!





0 komentar: