Rabu, 22 Juli 2009

Pasar Malam di Kajang

Oleh Yusriadi

Pasar Malam di Pusat Hentian Kajang, Malaysia, selalu ramai. Dua kali seminggu, setiap hari Senin dan hari Jumat. Pedagang mula membuka lapak sekitar pukul 15.00, di atas aspal, di lahan parkir di depan flat. Lokasi itu luasnya, seluas jalan antara bangunan di kawasan ruko Nusa Indah.




Para pedagang memasang tenda kecil di atas aspal itu, lalu menyusun meja dan kemudian meletakkan barang dagangan di atasnya. Ada juga yang menyertakan kursi plastic yang bisa digunakan pembeli duduk sambil menikmati makanan yang mereka sediakan. Maklum di antara pedagang ada yang menjual bakso Jawa, ada juga yang jual jamu.
Orang yang datang ke pasar malam, macam-macam. Ada orang kelas rendah dan menengah di Malaysia suka mengunjungi pasar malama karena di pasar itu banyak pilihan.
Mereka lebih suka ke pasar malam karena di sana bisa memilih aneka barang. Mulai mie goreng, apam pinang, bakso, buah durian, sayur mayor, hingga jenis kerudung, baju, celana, kain, dan sepatu serta sendal. Harganya pun relative murah dibandingkan harga di minimarket.
Ya, tentu murah karena barang yang dijual di sini bukan jenis barang bagus. Untuk pakaian, barang yang dijual adalah jenis pakaian lelong. Sepatu --yang bak kata, beberapa kali pakai sudah koyak, dll.
Tetapi, bukan soal harga murah saja yang bikin orang datang ke pasar malam. Pasar malam juga menjadi semacam tempat ‘rekreasi’, cuci mata.
“Sambil lihat-lihat,” kata seorang teman.
Entah apa yang dilihat. Mungkin mereka melihat aneka barang, mungkin juga pengunjung pasar malam. Tapi, walau begitu, pasar malam di sini sama sekali tidak jorok dan tidak ada yang buruk di sana.
Inilah yang membuat suasana pasar malam jadi meriah. Banyak yang datang, banyak pedagang yang menggelar lapak di sana. Ekonomi nampak rancak. Walaupun transaksi dilakukan dalam jumlah yang kecil, hitung-hitung semua, pasti jumlahnya besar.
Kabarnya ada banyak pedagang kecil yang hidup dari pasar malam saja. Maklum, jika dikira semua wilayah, setiap malam ada pasar malam. Hanya lokasinya saja yang berbeda. Misalnya, Hentian Kajang kebagian jadi tempat pada hari Senin malam dan Jumat malam. Di Kajang Utama, atau di Bandar Baru Bangi, pada malam berikutnya.
Jika melihat sepintas lalu, pasti orang tidak akan tahu bahwa tempat parkir bisa disulap menjadi tempat usaha, hanya 1 malam – dalam beberapa jam. Orang pasti tidak terbayang, tempat parkir yang begitu itu, bisa mendatangkan uang jutaan rupiah.
Orang tidak akan tahu, sebab, setelah usai pasar malam, selesai pukul 21.00, tempat parkir itu menjadi tampak seperti semula. Bersih. Tempat menjadi kosong lagi. Macam tidak pernah ada lapak di situ.
Pikiran saya melayang. Melayang pada pasar malam di Sambas. Di beberapa tempat di Sambas, dahulu, yang saya ingat, ada pasar malam. Saya pernah mengunjungi pasar malam di Galing tahun 1997. Ramai. Namun, juga unik. Transaksi jual beli barang rancak. Kontak antara anak muda juga rancak. Pasar malam malah membawa kesan agak negative. Tempat “ketemuan”.
Di Pontianak dahulu juga pernah ada pasar malam. Namun pasar malam ditutup. Kabarnya, penutupan itu terjadi karena terlalu banyak dampak yang tidak baiknya dibandingkan baiknya. Salah satu yang disebut-sebut, pasar malam menyebabkan macet.
Saya sempat berpikir jika pasar malam kembali dibuka di Pontianak. Di lima wilayah kota. Dua kali seminggu. Pasti geliat ekonomi di kalangan pedagang kecil akan meningkat.
Rasanya banyak tempat yang bisa digunakan sebagai tempat usaha. Misalnya Jalan MT Haryono, Jalan Jeranding, atau mana-mana jalan yang pendek, yang lalu lintasnya bisa dialihkan ke jalur lain, dalam semalam. Atau halaman-halaman kantor pemerintah yang masih lapang.
Saya membayangkan mereka dibina Dinas Koperasi. Lalu, pedagang berjualan dengan tertib. Pedagang menyediakan sendiri lapak dan lampu mereka.
Saya membayangkan lapak yang bersih, dan barang yang mereka jual juga harus bersih. Kebersihan pascajualan juga diatur. Harga barang terstandar – daftar harga dicantumkan. Tidak ada yang boleh berbuat sesuka hati.
Pengelolaan pasar malam ditangani setertib mungkin, dan seaman mungkin. Hatta, tak ada pembeli yang khawatir ditipu pedagang, tak ada tukang copet yang gentayang, tak ada tukang parkir yang sering kali membuat orang risau.
Saya yakin kalau pemerintah mau membuka peluang berusaha, hal seperti itu bisa dilakukan. Mudah saja.

2 komentar:

en_me mengatakan...

di johor dipanggil 'pasar lambak' .. salamm kang yusri

Yusriadi mengatakan...

Thanks kang en-me. Ya... baru ingat.
pengin laarrr piii kat johor nanti... nak pi tengok pasar lambak tu.
Blognya, en-me, mengesankan.