Minggu, 25 Oktober 2009

Buku Harian H Zahry Abdullah

Oleh Yusriadi
Redaktur Borneo Tribune

Rabu (21/10) kemarin, saya berkunjung ke rumah H Zahry Abdullah di kawasan Jalan Sumatera Pontianak. H. Zahry adalah tokoh di Majelis Adat dan Budaya Melayu (MABM) Kalbar. Saya mengenalnya sebagai tetua orang Ulu di Pontianak. Kadang kami memanggilnya Pak Utih. Kadang juga Tok Olah.




Beliau, kelahiran Kapuas Hulu. Pernah menjadi guru, menjadi anggota DPRD, dan menjadi pejabat di Departemen Agama. Antara lain, sebagai Kepala Kantor Departemen Agama Sanggau.
Sekarang beliau telah pensiun.
Tetapi, meskipun pensiun, beliau tetap energik. Tidak pernah diam. Ada banyak hal yang dikerjakannya. Mulai dari urusan soal tanam obat, hingga urusan adat dan budaya Melayu.
Kunjungan saya ke rumahnya adalah untuk mengambil tulisan beliau tentang Kota Pontianak. Saya meminta Tok Olah menuliskan pandangan dan pengalamannya berada di kota ini. Maklum, beliau di Pontianak sejak tahun 1960-an. Saat Pontianak masih hutan dan semak-semak. Saat kampung masih terpisah-pisah. Saat penduduk masih sedikit. Saat Pontianak masih belum seramai sekarang. Beliau termasuk orang yang menyaksikan perubahan wajah kota.
Saya menerima naskah Tok Olah dua hari kemudian dalam bentuk ketikan mesin tik.
Setelah saya mengetiknya, saya merasa perlu menemui beliau untuk mengecek beberapa informasi yang masih harus ditambahkan dalam tulisan itu. (Tulisan beliau akan terbit besok di Edisi Khusus Borneo Tribune).
Saya sudah membuat catatannya ketika membacanya. Jadi, saat berjumpa Pak Utih saya tinggal memperlihatkan catatan itu saja.
Ketika saya memperlihatkan catatan itu kepada beliau, dengan tangkas beliau mengambil buku-buku sumber. Beliau menuju rak buku di ruang tamu dan kemudian mengambil buku yang diperlukan, membuka halamannya dan kemudian membuat koreksi.
Di antara buku yang beliau gunakan, termasuk, buku harian.
Penggunaan buku harian ini membuat saya terkagum-kagum.
Buku itu adalah sebuah buku agenda. Tebal. Ada lebih 10 cm. Sampulnya hard cover warna biru.
Buku harian itu berisi catatan beliau atas peristiwa penting yang terjadi sehari-hari. Saya sempat memeriksa halaman demi halaman. Ada halaman berisi tentang pembentukan kota Pontianak. Ada halaman berisi Walikota Pontianak dan tahun menjawab. Bupati Kapuas Hulu, Sanggau, Kabupaten Pontianak, dll. Ada catatan tentang nama Kepala Kantor Wilayah Depag Kalbar dan masa jabatan. Ada catatan tentang peristiwa penting di Kalbar; misalnya tentang jembatan Mempawah yang roboh, tentang kerusuhan di Kalbar.
“Aku perlu mencatat begini biar tidak susah mencari-cari jika perlu. Semuanya ada,“ katanya.
Menurut Pak Uteh, beliau membuat catatan berdasarkan informasi yang masuk, baik melalui media cetak, elektronik, ataupun melalui informasi langsung dari orang-orang.
“Aku buat sejak dulu buku harian. Inilah catatan hariannya,“
“Rajinnya Nuan. Hebat,”
Saya memuji beliau. Benar-benar hebat. Jarang sekali orang mmbuat seperti yang beliau lakukan. Setidaknya, sampai saat ini saya belum melihat orang yang melakukan itu. Apalagi ini, orang tua.
Tapi, lagi-lagi saya ingat, beliau memang beda. Dahulu, saya memuji beliau karena kegigihannya sebagai kolektor naskah lama.
Saya juga memuji beliau, meskipun sudah tua masih mau meluangkan waktu untuk menulis – memenuhi permintaan saya. Dalam soal-soal begini, beliau jadi teladan. Kita memerlukan banyak orang seperti itu untuk hidup eksis di masa depan.


0 komentar: