Senin, 30 November 2009

Pohon Buah Sutarmidji

Oleh Yusriadi

Gagasan Walikota Pontianak agar warga kota melakukan penghijauan dengan menanam pohon buah-buahan merupakan gagasan sederhana, tetapi, besar.
Sederhana, karena penghijauan mudah diucapkan, mudah digagaskan dan mudah dilakukan. Lahan ada. Pohon tinggal tanam. Masyarakat sebenarnya, rajin-rajin. Biasa be orang menanam.




Gagasan itu juga besar, karena saya bisa membayangkan dampak positifnya. Hasilnya. Kota akan menjadi hijau. Jalan kota akan rimbun oleh pepohonan. Penduduk kota akan merasakan ademnya kota mereka. Penduduk akan sehat karena udaranya segar dan agak bersih. Sekaligus penduduk akan menikmati buah-buah dari pohon yang mereka tanam. Pendudukan akan menjadi ‘semakin’ rajin, karena ada pekerjaan tambahan: merawat pepohonan. Bak kata, gagasan ini seperti kata pepatah, “Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui”.
Saya menyampaikan apresiasi yang besar terhadap upaya ini.
Sudah lama saya memimpikan kota yang adem dengan penghijauan. Rasanya, Pontianak telah banyak kehilangan hutan kota menyusul pohon-pohon yang ditebang dan diganti dengan perumahan. Malangnya perumahan-perumahan dan bangunan baru tidak semuanya ada pohon penghijauan. Jadinya, sudut kota menjadi sangat gersang rasanya.
Saya selalu membandingkan ketika di tahun 1989 saat saya ke Pontianak, hingga beberapa tahun kemudian, saya masih sempat merasakan rerimbunan pohon di sepanjang Jalan Rais A Rahman, Jalan Kom Yos Sudarso, Jalan Penjara dan Jalan Merdeka.
Cukup banyak pohon besar di pinggir jalan.
Jika sudah lewat di jalan tersebut, adem banget rasanya. Sejuk dan nyaman.
Tetapi, kemudian satu persatu pohon tumbang. Ditebang. Saya tidak tahu apakah kebijakan penebangan pohon di pinggir jalan itu kebijakan pemerintah (dinas pertamanan) atau pandai-pandai warga.
Lalu, beberapa tahun lalu pemerintah melakukan penghijauan menyusul program penanaman sejuta pohon. Pohon yang ditanam, antara lain jenis sengon dan pohon hutan lainnya.
Saya sempat berdiskusi dengan salah satu calon wakil walikota dalam Pilwako lalu soal penghijauan kota. Dia lebih suka penghijauan dengan sengon, dan dia menyebutkan keuntungan tanaman sengon.
Saya tidak sependapat dengan beliau. Mungkin karena saya tidak mengerti sengon.
Menurut saya, penanaman pohon pinang untuk penghijauan kota lebih baik. Pohon pinang sangat familier di tengah masyarakat. Pohon ini juga sederhana. Sampah daunnya tidak terlalu banyak, dan buah pinang memiliki nilai ekonomi dan social. Batang pinang juga besar manfaatnya.
Saya membayangkan jika setiap gang ditanami pinang. Lingkungan akan rimbun. Lalu, jika pinang berbuah, RT di gang itulah yang boleh memungutnya dan menjualnya. Hasilnya, untuk kepentingan bersama. Orang perorang pasti tidak terlalu tertarik untuk mengambil buah pinang. Mana pinang bisa dimakan banyak-banyak? Jadi, konflik yang timbul karena buah pinang ini bisa agak minimun.
Pikiran saya muncul waktu itu, karena saya melihat di ruas jalan di kawasan Danau Sentarum, ditanami banyak pohon nangka. Pohon itu berbuah. Cukup lebat. Buahnya bisa digunakan untuk sayur-mayur masyarakat setempat. Kalau mau.
Saya teringat kebiasaan makan bersama di kampung. Andai saja orang kota mau makan bersama, tentu sayur nangka ini bisa dijadikan sayur pelengkap yang semua orang merasakannya. Kebersamaan yang indah.
Di jalan-jalan ke luar kota, misalnya jalan Sungai Rengas, saya juga melihat ada banyak penduduk yang menanam pisang di pinggir parit. Pisang ini rimbun dan subur. Buahnya besar. Pisang ini membuat lingkungan menjadi teduh.
Kini, Sutarmidji sudah melakukan sesuatu yang menurut saya luar biasa. Sesuatu yang besar. Karena itu, seharusnya kita memberikan apresiasi dan dukungan.




0 komentar: