Selasa, 30 Maret 2010

Mencari yang Jujur

Yusriadi
Redaktur Borneo Tribune


Malam itu, saya mampir di sebuah lapak, di sebuah jalan di kawasan Kota Baru, Pontianak. Saya singgah hendak membeli jus buah Rp5.000.
Saya menghampiri etalase di bagian depan lapak, yang di situ dipajangkan buah apel, jeruk, melon, dll.



Tak lama kemudian, seorang lelaki separoh baya menghampiri saya. Dia berjalan dari ujung lapak. Di bagian ujung itu ada mesin pengolah air minum. Di bagian tengah ada counter jual pulsa, dan di bagian ujung ada etalase memajangkan minyak wangi. Tempat jual juice ada di bagian depan.
Jadi ada empat jenis barang yang dijual di situ.
“Juice apel, Bang”.
Lelaki itu kemudian menjangkau buah apel, seperti yang saya pesan. Membelah menjadi beberapa bagian, dan kemudian mengupasnya.
Dia mencari air untuk mencuci buah. Nampaknya dia agak bingung.
“Biasanya istri yang ngerjakan. Sekarang dia lagi ngurus anak”.
Dia memasukkan susu, apel dan es ke dalam blender. Kemudian dia meninggalkannya, berjalan ke depot air minum. Nampaknya dia sedang membersih gallon dan kemudian mengisinya. Saya melangkah ke dalam melihat-lihat minyak wangi. Sesekali saya bertanya tentang minyak itu, sekadar ingin tahu.
Saya melihat dia sibuk benar. Saya membayangkan dia akan lebih sibuk jika pada saat yang sama datang orang yang mau beli pulsa, beli air dan beli juice. Pada tangannya tidak akan dapat melayaninya sekali gus.
Ketika dia kembali mengerjakan pesanan saya, saya bertanya: “Banyak buka usaha, mengapa tidak cari tenaga kerja?”
“Udah carinya. Tapi susah . Susah mau cari yang jujur”.
Dia ada pengalaman mempekerjakan orang, namun, orang yang menjadi pekerjanya tidak amanah. Tetapi saya tidak bertanya lagi apa tidak amanah itu.
Saya hanya menebak sendiri. Mungkin orang itu menggelapkan uang.
Saya juga memiliki teman seorang pemiliki ruko, juga di kawasan Kota Baru. Dia jual sembako. Pasangan suami istri itu sibuknya minta ampun.
Ketika saya tanya mengapa tidak ambil orang untuk bantu di toko, jawabannya juga sama. “Susah mau cari yang jujur”.
Ah, saya jadi tak habis pikir mengapa orang yang jujur itu susah dicari. Mengapa? Apa yang salah? Apakah kegagalan itu di rumah tangga, di sekolah, atau di lingkungan?
Saya teringat kembali pada hal ini ketika beberapa hari lalu muncul isu kejujuran dalam ujian nasional. Kabarnya, Kalbar, berada peringkat ke-4.
Tapi, ahh… sebenarnya, di sekitar kita pun hari-hari kita lihat ketidakjujuran dilakukan orang. Orang berusaha menipu, orang berusaha tidak jujur. Sampai-sampai, saat ini orang sukar membedakan mana kejujuran dan mana bukan kejujuran.
Saya ambil contoh prilaku korupsi massal. Korupsi terjadi di mana-mana, dalam berbagai bentuk. Yang kadang kala orang yang melakukan tidak sadar bahwa dia telah ikut melakukan korupsi itu.
Entahlah, mungkin kita semua sekarang yang tidak dapat menyesuaikan diri: bahkan sekarang definisi kejujuran telah berubah.


3 komentar:

FATMINI mengatakan...

ORANG YANG JUJUR SEBENARNYA MASIH BANYAK,HANYA MEREKA JARANG TEREKSPOS,BIASANYA JARANG MAU TAMPIL ATAU BARANGKALI MEMANG TIDAK DITAMPILKAN OLEH YANG NGGAK JUJUR..HE..HE...
ASS...OM YUS,MASIH INGAT SAMA SAYA?KITA SATU ANGKATAN DI IAIN PTK,TAHUN 1990.KEBETULAN SAYA BARU BELAJAR MEMBUAT BLOG,LAGI MENJELAJAH BLOG...EH KETEMU SAMA OM YUS

FATMINI mengatakan...

ORANG YANG JUJUR SEBENARNYA MASIH BANYAK,HANYA MEREKA JARANG TEREKSPOS,BIASANYA JARANG MAU TAMPIL ATAU BARANGKALI MEMANG TIDAK DITAMPILKAN OLEH YANG NGGAK JUJUR..HE..HE...
ASS...OM YUS,MASIH INGAT SAMA SAYA?KITA SATU ANGKATAN DI IAIN PTK,TAHUN 1990.KEBETULAN SAYA BARU BELAJAR MEMBUAT BLOG,LAGI MENJELAJAH BLOG...EH KETEMU SAMA OM YUS

Yusriadi mengatakan...

Kak Fatmini. Saya sependapat dengan komentar Kakak. Saya juga berharap semoga banyak orang yang jujur dan orang yang jujur terus lahir dan lahir.
Iya ... masih ingat. Mengajar di mana sekarang? Syukurlah sudah punya blog. Semoga menjadi aktif menulis.