Senin, 11 Oktober 2010

Mengajak Anak Sekolah Menulis

Siswa SMP Santa Tarsisia Bengkayang sedang mendengar komentar karya mereka saat pelatihan penulisan Rabu (29/9) lalu. Foto Krisantus/Borneo Tribune

Yusriadi
Redaktur Borneo Metro

Dalam satu pekan di minggu lalu, saya memiliki dua pengalaman kepenulisan yang mengesankan. Pengalaman pertama saya dapatkan ketika masuk ke ruang kelas Karya Tulis Ilmiah (KTI) di Madrasah Aliyah Negeri 1 Pontianak. Pengalaman kedua, ketika saya masuk ke ruang pelatihan ‘Menulis Berita dan Puisi’ di SMP Katolik Santa Tarsisia Bengkayang.


Di depan anak MAN 1 saya memberikan mereka motivasi berkaitan dengan pentingnya menulis. Saya mendorong mereka membuat buku harian sebagai bentuk latihan menuangkan gagasan. Usai kelas itu, dua orang pelajar membuntuti saya dan mereka bertanya tentang karya-karya mereka.
“Sekarang saya sudah punya 5 cerpen,” kata seorang pelajar yang saya lupa namanya.
Seorang lagi pelajar mengatakan dia sudah memiliki banyak puisi. Dan, mereka ingin karya itu diterbitkan.
Di SMP Tarsisia, selain memberikan motivasi, saya mengajarkan anak-anak menulis cerita. Respon positif anak ditunjukkan melalui karangan akhir mereka. Mereka diminta membuat tulisan menceritakan latihan yang mereka ikuti. Selain itu, hampir semua anak menulis mereka senang dengan pelatihan itu. Mereka mengaku mendapatkan hal baru dan akan terus berkarya.
Saya terkesan pada anak-anak itu. Mereka begitu bersemangat. Semangat mereka sukar saya lukiskan dengan kata-kata.
Saya sempat membayangkan jika semangat itu bisa terus dipelihara, pasti hasilnya akan menjadi sangat luar biasa. Bayangkan jika sebagian saja dari anak-anak itu menjadi penulis. Pastilah akan lahir kelompok penulis di Kalbar ini.
Kalaupun mereka mungkin tidak akan jadi penulis semua, minimal beberapa di antara mereka akan menjadi ‘elit’ di antara teman-temannya, di antara masyarakatnya.
Saya sangat percaya jika mereka terus mengasah kemampuan menulis, mereka akan berkembang kapasitasnya. Pertama, menulis membuat orang menjadi cerdas. Karena proses menulis memerlukan proses berpikir, menyoal diri sendiri dan menjawabnya. Orang yang terus menerus berpikir, bertanya dan menjawab, pasti akan menjadi orang yang pintar. Selain itu orang yang suka menulis cenderung akan menjadi orang yang gemar membaca. Gemar membaca akan membuat orang bertambah pengetahuan.
Kedua, latihan menulis sejak awal akan membantu anak-anak itu kelak hidup di level yang lebih tinggi. Umpamanya jika kelak mereka berkesempatan menapak langkah di perguruan tinggi, pasti kemampuan menulis ini akan memudahkan mereka beradaptasi terhadap tugas-tugas perkuliahan.
Pada tahapan selanjutnya kemampuan menulis ini akan menjadi bekal tambahan mereka dalam hidup. Saya sangat percaya kemampuan menulis dapat menjadi bekal hidup yang sangat bermanfaat. Saya mengenal beberapa orang yang sekarang ini pekerjaannya ‘penulis’. Hidup mereka berkecukupan. Malah kalau mau membandingkan, banyak sekali penulis-penulis hebat – sebut misalnya Andrea Hirata atau JK Rouwing, yang hidup mereka menjadi kaya.
Bahkan, pekerjaan wartawan sesungguhnya adalah pekerjaan menulis. Setiap hari wartawan menulis dan mereka dibayar karena produksi kata itu. Ada banyak wartawan di Indonesia.
Karena itu saya sangat berharap dapat ikut memelihara semangat anak-anak itu, sembari menumbuhkan semangat anak-anak yang lain.
Tetapi tidak mungkin. Saya tidak bersama mereka. Lantas, harapan itu disandarkan pada guru sekolah mereka. Bukan saja guru bahasa Indonesia, tetapi juga guru-guru lain secara sinergis, termasuk kepala sekolah, membantu menciptakan iklim kepenulisan.




0 komentar: