Sabtu, 02 April 2011

Sejarah Kampung di Pontianak

Oleh: Yusriadi
Borneo Tribune

Pertemuan dengan sejumlah tokoh dan ilmuan di Kalimantan Barat di Pontianak Rabu (6/3) kemarin mengesankan sekali. Saat orang-orang membicarakan tentang sejarah dan dinamika orang Melayu di Kalimantan Barat, seorang tokoh menceritakan bahwa dia pernah menerima kedatangan rombongan mahasiswa dari luar yang bertanya tentang sejarah Kota Pontianak.
Mahasiswa luar itu katanya bukannya bertanya tentang sejarah Pontianak yang pernah orang ditulis, tetapi, mereka bertanya tentang sejarah Pontianak dimulai dari sejarah kampung-kampung yang ada di Pontianak.


Sejarah kampung di Pontianak sama pentingnya dengan sejarah Kota Pontianak. Sebab, Kota Pontianak sesungguhnya terdiri dari kampung-kampung.
“Saya tidak tahu tentang sejarah kampung,” ceritanya.
Cerita tokoh itu membuat saya merenung. Benar. Sejarah Pontianak sudah ditulis. Sudah ada buku yang memuat gambaran sejarah secara umum. Misalnya ada buku yang ditulis oleh peneliti dari Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, Pontianak. Buku itu sudah diterbitkan Romeo Grafika beberapa tahun lalu. Dalam buku itu ada gambaran tentang tahun berdirinya kota Pontianak. Sejarah tentang tokoh-tokoh yang mendirikan kota ini, juga tentang kegiatan ekonomi.
Saya juga pernah membaca buku syair yang menggambarkan dinamika penduduk kota ini pada awal abad ke-20.
Namun, seperti juga yang ditanyakan mahasiswa luar itu kepada tokoh, saya juga merasa masih ada yang kurang.
Saya sangat sependapat dengan pernyataan, bahwa: Pontianak itu sebenarnya terdiri dari kampung-kampung. Sejarah Pontianak, seharusnya sejarah kampung-kampung yang ada di Pontianak.
Lalu, bagaimana dengan sejarah kampung-kampung itu? Belum ada. Belum ada buku yang memuat informasi tentang kapan kampung itu dibuka, siapa yang mendirikan kampung itu, dan bagaimana prosesnya.
Cerita ini mengingatkan saya bahwa penelitian dan informasi mikro sangat penting, dan itu sering dilupakan orang.
Lantas, saya jadi teringat beberapa bulan lalu ketika orang Dayak Kalbar ribut setelah mendengar laporan penelitian Dr. Thamrin Amal Tamagola. Thamrin dituntut karena dia menyebutkan ‘orang Dayak’.
Pada waktu itu saya mencatat ada beberapa komentar yang menanyakan Thamrin. “Dayak yang mana?”
Ya, pertanyaan itu sesungguhnya amat wajar karena Dayak adalah umum. Misalnya, orang yang mengerti akan bingung jika mendengar ada orang yang bilang, “Orang Dayak di Kalimantan tinggal di daratan dan hidup di rumah panjang”.
Orang yang mengerti pasti akan tahu bahwa pernyataan itu umum. Mengapa umum, karena sebenarnya hanya orang Dayak tertentu saja yang masih tinggal di tempat yang disebut daratan. Hanya orang Dayak tertentu yang hidup di rumah panjang. Ya ‘kan? (19/3/2011)(*)

0 komentar: