Senin, 08 Agustus 2011

Udang Merah


Oleh: Yusriadi

Hari itu, lebih satu bulan lalu, saya dan Dedy Ari Asfar mengunjungi Sungai Kakap. Kami mencari informasi tentang pekong laut dan bagaimana cara sampai di sana.
Saat berada di dermaga Sungai Kakap, kami bertemu dengan seorang perempuan berumur 40-an. Semula kami mengira dia penumpang motor air yang akan berangkat dari dermaga Sungai Kakap. Tetapi, rupanya bukan. Dia sedang menunggu barang dagangannya yang dikirim dengan motor air dari sebuah kampung di tepi laut.

Dia menduga kami orang CU. Saya tidak menggali informasi bagaimana dia menduga begitu. Kami mendiamkan saja. Lantas akhirnya jadilah kami sebagai orang CU dalam anggapan dia.
Perempuan itu berbicara dengan semangat tentang usaha kecil. Maklum, dia seorang pedagang. Dia pernah mengikuti pelatihan di Kubu Raya. Pelatihan pengembangan usaha.
Ujung cerita, dia menawarkan kami barang dagangannya.
“Saya ada udang. Masih bagus”.
“Udang saya tidak pakai pewarna”.
“Saya jual lebih murah dibandingkan dengan yang dijual di pasar”.
Kami mengikutinya menuju sebuah karung berisi udang yang diletakkan di depan sebuah counter hape. Dia membuka ikatannya dan mengambil segenggam udang. Udang ebi.
“Ni lihat, masih segar, tidak pakai pewarna”.
Dedy mendekati. Sepertinya dia membenarkan apa yang dikatakan perempuan itu.
“Kami beli satu kilo”.
“Saya satu kilo”.
Dia menimbang sebanyak yang kami minta. Agak repot juga karena dia sendiri tidak membawa kiloan. Dia juga tidak ada kantong. Dia menumpang pada pedagang di situ.
Selesai menimbang, saya memburunya dengan pertanyaan soal pewarna udang.
Menurutnya, sebagian nelayan memberi pewarna pada udang. Karena itu udang yang dijual jadi merah. Tetapi, dia tidak bisa memastikan pewarna apa yang dipakai. Apakah jenis jingge – pewarna makanan, atau pewarna jenis lain.
“Tidak semua orang yang mengerti. Tapi kalau pernah ikut pelatihan sih pasti tahu”.
“Mengapa diberi pewarna?”
“Ya, biar baguslah. Biar menarik”.
Penjelasan dia mengingatkan saya pada udang-udang ebi yang dijual di pasar. Memang sering kali terlihat udang yang dijual berwarna agak merah. Tapi, saya tidak dapat memastikan apakah udang itu diberi pewarna atau tidak.
Tapi saya merasa beruntung berkenalan dengan perempuan itu, beruntung karena mendapat informasi tentang praktik pengolahan udang ebi oleh sebagian masyarakat.
Informasi ini mengajarkan saya untuk lebih hati-hati membeli udang di kemudian hari. Mungkin informasi ini penting bagi orang lain yang suka membeli udang ebi. Saya kira, pemerintah juga penting mengetahui hal ini sehingga akhirnya sesekali juga mengecek kembali makanan yang dijual di pasar: memastikan apa yang dijual aman bagi kesehatan jangka panjang.

0 komentar: