Sabtu, 03 Desember 2011

Menulis Buku Bersama

Oleh: Yusriadi

Sabtu lalu saya bersama kawan-kawan di Club Menulis merancang menulis novel bersama. Kami merancang menulis novel bersama tentang “Flamboyan, Aloevera dan Cinta”. Novel ini berisi kisah cinta Amoi dan Andri dijembatani Kacong. Kisah cinta beda suku dan beda agama.


Kami bersama-sama menyusun rencana, mendiskusikan sinopsisnya, dan menghimpun bagian-bagian cerita. Setiap orang, lebih dari 20 orang, akan menulis bagian-bagian itu secara bersamaan dalam minggu ini dan kemudian didiskusikan lagi.
Saya berharap (dan yakin) percobaan ini berhasil dan beberapa saat ke depan bukunya bisa diluncurkan. Jika ini berhasil, maka penulisan ini akan menjadi model baru setelah sebelum ini di Club Menulis, kami berkutat pada antologi cerita pendek misalnya: Mimpi di Borneo; Cinta Sekufu, Sambas- Jakarta; Untuk Sebuah Mimpi, Saksikanlah Aku Berjilbab. Singkatnya, buku antologi seperti ini sudah banyak dilakukan orang.
Karena model ini baru, maka bagi saya, membuat rencana ini saja sudah menyenangkan, apalagi kelak melihat bukunya.
Selain peristiwa itu, Kamis dua hari lalu saya juga menyaksikan sesuatu yang menyenangkan. Bahkan, sangat menyenangkan. Saya menerima sejumlah ‘buku novel’ karya mahasiswa Program Komunikasi STAIN Pontianak.
Ihwal mereka menyerahkan novel pada saya karena kewajiban menulis dalam mata kuliah Bahasa Indonesia. Lima minggu lalu, saya meminta mereka membaca novel best seller semisal Laskar Pelangi, Ketika Cinta Bertasbih, dll. Setelah itu, minggu berikutnya, saya meminta mereka menceritakan isi novel, menilai kelebihannya dan mengungkapkan inspirasi apa yang diperoleh dari karya bagus itu.
Lalu, ujung-ujungnya saya meminta pendapat mereka: “Bagaimana kalau kita membuat seperti yang dibuat penulis terkenal itu? Bisa?” Tentu saja mereka menjawab bisa.
Kami mulai menyusun rencana penulisan, jalan cerita. Setelah masing-masing memiliki rencana itu, minggu selanjutnya, kami menulis. Masing-masing dipatok antara 30-40 halaman. Dua, minggu kemudian karya itu dikumpulkan. Hasilnya? Wow, saya terperangah. Takjub. Kemampuan mereka menulis cukup bagus. Ide yang mereka tuangkan juga keren. Berkelas. Ada banyak kejutan. Orang tua, kakak, paman, atau siapapun orang terdekat mereka yang diwajibkan membaca dan memberi komentar terhadap novel kecil itu juga mengungkapkan kebanggaan. Keren!
Saya pasti akan bertanya: “Bagaimana mereka bisa berkarya sedemikian hebat? Benarkah ini karya mereka?” jika tidak mengikuti prosesnya. Tetapi karena saya mengikuti sejak awal, saya tak perlu bertanya seperti itu.
Dua peristiwa itu mengingatkan pada saya kata kunci: Menulis bersama. Menulis perlu teman. Pada peristiwa pertama, sebuah novel akan lahir dari kebersamaan anggota Club Menulis. Menulis bersama membuat kerja membuat karya menjadi lebih mudah. Begitu juga dengan apa yang terjadi pada mahasiswa KPI itu. Membaca bersama, merencanakan bersama, menulis bersama, membuat mereka dapat berkarya dengan maksimal.
Saya kira itulah kata kunci yang Club Menulis lakukan selama ini. Terima kasih teman-teman yang sudah menjadikan saya bagian dari tim menulis. (Ptk, 3-12-2011)



0 komentar: