Selasa, 03 Januari 2012

Mengenang Tok Olah (Alm. Drs. H. Zahry Abdullah)

Oleh: Yusriadi

1 Januari 2011. Saya membuka blog saya: yusriadiebong.blogspot.com. Ada pesan di inbox dari seseorang yang bernama Razy H Zahry. Saya tidak mengenal nama itu. Tapi, kalau nama H Zahry saya kenal. Malah, rasanya, sangat kenal.
Rupanya, orang yang meninggalkan jejak di inbox itu memang anak H. Zahry yang saya kenal itu. Saya bisa menduga demikian setelah membaca pesan itu.
“Razy H Zahry: Atas nama keluarga besar kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih buat bang yus, yang telah membesarkan nama Alamarhum ayahnda kami, mohon maaf kalau ada salah bang”.

Pesan itu membangkitkan memori saya tentang almarhum H. Abang Zahry Abdullah Al-Ambawi, yang meninggal pada 14 September 2010 lalu. Beliau telah saya anggap orang tua dan datok saya sendiri. Saya dan beberapa teman lain membiasakan memanggil beliau “Tok Olah”.
Saya banyak bergaul dengan beliau. Kami sering seminar bersama. Diskusi bersama. Beliau kadang kala saya jadikan narasumber untuk berita saya di Harian Borneo Tribune. Di luar itu, kami juga kerap bertemu untuk sekadar menjaga komunikasi.
Kami semakin akrab, karena beliau berasal dari Jongkong, dan saya berasal dari Riam Panjang. Riam Panjang terletak di pedalaman Jongkong. Beliau juga kenal dengan almarhum bapak saya, Zainal Abidin alias Ebong.
“Pala Kampung Ebong, ayah kula’ tu’, main bal”. (Kepala Kampung Ebong, ayah kamu itu, pemain bola). Begitu kata Tok Olah dulu.
Tok Olah memiliki karir yang luar biasa. Pernah menjadi guru, menjadi pegawai Departemen Agama – sempat menjadi Kepala Kantor Departemen Agama di Sanggau dan Pontianak, pernah menjadi anggota DPRD di Kapuas Hulu.
Beliau adalah salah satu orang Ulu yang sukses di rantau orang. Saya mengenalnya begitu, pada mulanya.
Karena asal daerah yang sama, kami berkomunikasi dalam bahasa Ulu. Selalu. Kalau sudah bergurau, dan beliau orangnya humoris - ramah, kosa kata yang arkaik dalam bahasa Ulu keluar. Kami bisa mentertawakan banyak hal jika sudah begini.
Keramahan dan sikap beliau membuat saya sangat nyaman mengenal beliau. Ya, itu tadi, serasa orang tua sendiri. Beliau jadi panutan.
Saya mengagumi beliau karena beliau memiliki pengetahuan sejarah yang luar biasa. Sejarah Kapuas Hulu, Sintang-Melawi, Sanggau, beliau kuasai. Tanya saja tentang apapun, pasti beliau ada jawabannya. Tanya salasilah orang, beliau ahlinya. Beliau adalah enseklopedia sejarah ulu. Ingatan beliau sangat kuat.
Mengapa bisa begitu, di kemudian hari saya tahu: Tok Olah adalah sosok pembelajar. Setiap peristiwa penting dicatatnya. Dia punya buku agenda sejarah. Kejadian apapun ditulisnya. Beliau juga memiliki koleksi naskah dan tulisan-tulisan sejarah.
Selain itu, beliau saya kenal sebagai kolektor barang-barang unik dan memiliki tanaman obat yang banyak.
Karena itulah, saya sering menulis beliau sebagai sumber inspirasi. Ini juga yang membuat saya terus mengingat beliau. Terima kasih datok. Semoga datok tenang dan bahagia di sana.

0 komentar: