Senin, 17 November 2008

“Hati-hati, Ini Daerah Perang”

Oleh Yusriadi

“Kalian harus hati-hati dalam membuat liputan. Ini daerah perang”,
Pesan Andreas Harsono memukau saya dan 19 peserta pelatihan Narative Reporting yang dilaksanakan Tribune Institute bekerja sama dengan Yayasan Pantau, EC-Flegt, Eka Tjipta Foundation, Borneo Tribune dan Hotel Peony, di Hotel Peony, Jalan Gajahmada Pontianak.



Andreas adalah pelatih dalam kursus itu. Dia pernah membuat liputan mendalam terhadap konflik di Gang 17 Pontianak. Tulisan itu dimuat di Gatra beberapa bulan lalu.
Hari itu, hari Kamis (13/11). Andreas menjelaskan soal keragaman news room. Andreas mengingatkan keragaman yang ada di ruang redaksi dan di lingkungan sekitar ruang redaksi. Maksudnya di Pontianak dan Kalbar.
Pontianak memiliki komunitas yang beragam. Ada Melayu. Ada Tionghoa. Ada Madura. Ada Dayak. Dll. Masing-masing komunitas itu mesti dipahami sosial budayanya.
“Tidak bisa sembarangan,” ingat Andreas.
Dia mengingatkan soal identitas yang mungkin akan mempengaruhi liputan dan menimbulkan bias. Saat membuat liputan sebaiknya identitas itu ditinggalkan di rumah. Entah itu identitas agama, identitas etnis, dan sejenisnya.
Andreas juga mengingatkan liputan-liputan konflik harus berdasarkan sumber pertama. Wartawan harus sampai pada titik konflik. Harus mendapatkan informasi mengenai kejadian dari orang yang terlibat langsung. Baik pelaku maupun korban.
Lalu dia mengutip pendapat J. Davidson, ilmuan yang meneliti konflik di Kalbar. Ilmuan ini berkesimpulan media ikut bertanggung jawab terhadap konflik yang terjadi di Kalbar.
Saya mencatat dengan huruf besar pernyataan ini. Ya, saya sependapat. Media memang harus bertanggung jawab. Paling tidak secara moral.
Media adalah tempat masyarakat memperoleh informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Dan seharusnya, hanya informasi yang dapat dipertanggungjawabkan sajalah yang ditulis media.
Tetapi, saya jadi teringat keributan di Pontianak tahun 2000. Waktu itu saya merasakan sendiri bagaimana tidak mudahnya membuat berita yang memuaskan. Kerap kali wartawan tidak bisa masuk ke titik konflik. Ada cerita Nur Is, wartawan yang sekarang menjadi Pimpinan Redaksi Borneo Tribune, disandera. Cukup panjang cerita dia membebaskan diri. Entah berapa panjang doa dipanjatkan.
Ada juga cerita Nanang –saya tidak tahu di mana dia sekarang. Nanang sempat dikalungi senjata tajam. Sempat panas dingin. Untung selamat.
Karena itu, agak maklum, jurnalis kerap kali hanya mendengar cerita dari sumber polisi, atau dari sumber kedua dan ketiga. Sumber di lingkaran dua adalah sumber yang mendengar saja. Sedangkan yang di lingkaran tiga adalah orang yang mendengar dari orang yang mendengar. Tetapi, ini tidak bisa dibenarkan.
Kerap kali teman-teman menggunakan rujukan pakar untuk menanggapi konflik yang sedang terjadi. Padahal, seperti dikatakan Andreas, pakar itu sama sekali tidak pernah melakukan penelitian terkait komunitas dan persoalan yang sedang terjadi. Ya, tiba-tiba memang banyak orang yang disebut pakar. Saya akui, saya pun kerap kali risih dengan label yang diberikan teman-teman tentang pakar itu.
Seperti juga, saya rasa risih karena kawan-kawan kerap menobatkan seseorang sebagai tokoh. Sebab sering kali yang saya dengar tokoh-tokoh itu justru termasuk orang yang berkepentingan dengan komentar-komentar yang mereka lontarkan.
Kini, Andreas mengingatkan hal itu. Saya berharap mudah-mudahan ada perubahan. Setidaknya semakin banyak yang sadar mengenai kedudukan pakar dan tokoh dalam konflik.
Setidaknya, semakin banyak orang yang sadar untuk meminimalisir konflik yang mungkin terjadi di kemudian hari di Pontianak dan di Kalbar. Kita bosan dengan konflik. Kita mau damai selalu.




Baca Selengkapnya...

Merintis Jalan Keabadian: Narative Reporting di Pontianak

Oleh: Yusriadi

Hari itu, lebih kurang dua minggu lalu. Nur Is memberitahu, ada pelatihan Narative Reporting yang akan diselenggarakan di Pontianak. Kerjasama dengan Yayasan Pantau. Mas Andreas datang.
“Bang Yus didaftarkan. Ada Bang Wito. Ada Mbak Dwi,”


Bang Wito adalah panggilan untuk WW. Suwito, Direktur Utama Borneo Tribune Pontianak. Dia adalah pengacara terkenal di Pontianak. Sedangkan Mbak Dwi, dia adalah ketua Yayasan Tribune Institut.
Aku mengangguk.
Pelatihan di Pontianak. Aku ada waktu. Aku bisa ikut pelatihan itu.
Tentu kesempatan seperti ini sangat berharga. Apalagi yang datang melatih ada Mas Andreas. Maestro Je-es, begitu kawan-kawan mengatakan. Pelatih yang dikenal. Kawan-kawan di Borneo Tribune, menganggap Andreas guru, mahaguru mereka. Pandangan Andreas kerap dirujuk. Wajah Borneo Tribune seperti sekarang sedikit banyak karena Andreas. Jasa dia terhadap Borneo Tribune hari ini tak ternilai.
Lebih tidak ternilai lagi semangat yang diberikannya untuk kami semua.
Secara khusus aku mendengar nama Andreas disebut kawan-kawan sejak masih di Equator sejak dahulu. Waktu itu Sapariah Nur Is, dkk sering menyebut nama itu.
Mereka sudah mengikuti pelatihan di sana sejak lama. Aku berkenalan dengan Mas Andreas sewaktu dia ke Pontianak melamar Sapariah.

AKU sudah ditawarkan untuk ikut pelatihan di Jakarta. Namun, kesibukanku membuat aku berpikir panjang sebelum ikut ke sana. Maklum sekali pergi pelatihan waktunya sekitar 3 minggu.
Sampai akhir aku di Equator, jalan ke sana tidak sampai.
Kemudian, saat kami membangun Borneo Tribune, kesempatan pergi muncul lagi. Nur Is merekomendasikan aku pergi. Sudah didaftar.
Namun, kali ini aku pun maju mundur. Pergi. Tidak. Pergi tidak.
Kali ini bukan soal waktu. Aku keberatan soal biaya. Nur Is bilang kantor membiayai. Aku ragu. Borneo Tribune belum lahir. Uang belum ada masuk. Uang yang disebut Nur Is, adalah uang owner. Aku merasa tidak nyaman. Apalagi biaya yang diperlukan ke Jakarta Rp 5 juta. Aku kasihan pada kantor. Nur Is berpandangan lain. Menurut dia, pelatihan ini lebih penting untuk masa depan Borneo Tribune.
Ah, memikirkan hal itu aku menjadi gamang. Aku sudah tua. Apakah aku bisa mengawal perjalanan Borneo Tribune. Aku merasa sudah senja. Kalau untuk masa depan media kami, seharusnya yang dilatih adalah wartawan-wartawan muda. Aku sudah merasa tua untuk berkembang. Aku merasa kalau bicara masa depan, itu bukan masaku. Aku telah lewat. Aku hanya bisa membantu kawan-kawan menyiapkan kerangka masa depan. Bukan menjalaninya.
Susah payah aku meyakinkan Nur Is mengenai hal itu. Aku tahu Nur Is pasti agak kecewa. Tapi biarlah.
Lantas kemudian setelah Borneo Tribune terbit. Kesempatan datang lagi. Tapi, entah. Kali ini pun aku tidak pergi.


PAGI itu, pelatihan dimulai. Di Hotel Peony, Pontianak. Hotel langganan Borneo Tribune. Tempatnya bagus. Aku suka melihat sisi Pontianak di Lantai 5, tempat kegiatan dilaksanakan. Lalu lintas jalan Gajahmada terlihat jelas. Keadaan atap bangunan. Menara-menara di kota ini juga.
Tanggal 10 November. Kegiatan dimulai. Ada belasan orang peserta. Beberapa di antara mereka aku kenal. Ada juga yang asing.
Pembukaan. Mering memberikan pengantar. Lalu Andreas memulai sessi. Dia memulai dengan sesi Elemen Jurnalisme. Buku Bill Kovach jadi rujukan. Yang menarik Andreas memulai dengan memberikan sejumlah kasus dan pertanyaan mengenai situasi social. Aku melihat antusiame peserta pelatihan terhadap kasus-kasus itu.
Lalu, dia memberikan bingkai dari semua persoalan itu. Semua kasus dilihat dari sudut jurnalisme. Peserta diberikan pada kesadaran mengenai etika-etika yang harus dipenuhi dalam liputan-liputan media. Rumit memang. Tetapi Andreas perlu mengingatkan hal itu karena dia ingin memberikan bekal kepada jurnalis di Kalbar bagaimana membuat liputan yang baik.
“Ini daerah perang,” ingatnya.
Liputan harus dibuat sebaik mungkin, karena kalau tidak bisa timbul gejolak.
Pada hari-hari berikutnya, Andreas memberikan petunjuk tentang bagaimana wawancara dilakukan. Apa yang harus disiapkan, dll. Lalu ada praktiknya. Asyik juga melihat Mbak Dwi Syafrianti, Ketua Tribun Institut wawancara Sina, peserta asal University Bonn. Lalu, Johan, wartawan Borneo Tribune mewawancarai Hentakun, peserta asal Tribune Institut. Setelah itu kami membahas praktik wawancara itu.
Menjelang pulang di hari pertama, peserta diberikan pekerjaan rumah. Ada tugas membuat deskripsi event yang ada di sekitar laingkungan. Aku membuat deskripsi tentang ruang praktik dokter gigi Multi.
Hari-hari selanjutnya kami mendapatkan materi-materi seputar teori membuat liputan dan dasar-dasar menulis. Andreas juga memberikan materi tentang news room. Materi ini menyangkut keragaman yang ada di ruang redaksi, dan keragaman yang ada di seputar kehidupan kami.
Kami juga diberikan materi seputar liputan Gang 17 dan Lost Generation. Gang 17 sebutan untuk peristiwa kerusuhan antara sebagian kelompok Melayu dengan kelompok Tionghoa. Kejadiannya di Gang 17, Jalan Gajahmada Pontianak, pasca Pilkada Kabar 2007. Sedangkan Lost Generation liputan Muhlis Suhaeri terhadap korban PGRS-Paraku tahun 1967. Liputan ini bagus. Muhlis mendapat anugerah Mohtar Lubis Award untuk jenis liputan investigasi.
Andreas juga membedah tulisan John Hersey berjudul “Hirosima”. Liputan ini adalah karya jurnalistik terbaik abad ke-21. Ini keabadian Jhon Hersey.
Aku melihat antusiasme peserta terhadap kegiatan ini. Sangat. Andreas berhasil membakar semangat menulis. Cara mengajarnya menyenangkan. Mudah dipahami.
Inspirasi muncul. Masing-masing ingin membuat tulisan yang terbaik. Ada yang ingin membongkar tragedy kemanusiaan. Ada yang ingin menulis biografi. Ada yang ingin menulis khazanah budaya. Macam-macam.
Tak terkecuali aku. Aku ingin juga membuat karya terbaik. Karya yang berguna untuk banyak orang. Aku ingin membuat karya yang abadi.
Aku ingin mengucapkan terima kasih pada Mas Andreas. Aku juga ingin mengucapkan terima kasih pada Nur Is yang memberikan banyak kesempatan.




Baca Selengkapnya...

Selasa, 11 November 2008

Bagus, Mau Singgah? Sileee

Banyak pengunjung yang singgah di blog ini. Mereka meninggalkan jejak. Ada komentar yang apresiatif. Ada saran. Ada kontak biasa. Sebagian dari komentar itu sudah hilang dengan sendirinya. Mungkin ruang untuk itu kepenuhan. Inilah dia yang tersisa.

To Bani: Salam. Mau singgah juga boleh. Sileeee...
9 Nov 08, 18:51

To Amrin: Salam juga. Sileee... baca. Mudah2an suka. Salam juga dari kawan2 di Borneo Tribune.
9 Nov 08, 18:50



To Maverick: Terima kasih atas apresiasinya. Mudah2an bermanfaat.
5 Nov 08, 23:03

Bani: Numpang lewat aja bang...
29 Oct 08, 16:27

Amrin: Salam Budaya! Numpang baca...Salam buat abang-abang di Borneo Tribune...Salam Budaya!
21 Oct 08, 11:07

Maverick: blognya bagus
21 Oct 08, 11:07

Maverick: Pak..!
14 Oct 08, 17:28

To KUA Pemangkat: Salam. Maaf, saya tidak tahu Pak. Bang Syahrul tidak bisa dikontak. Bos, ganti-ganti nomor hp barangkali.
14 Oct 08, 17:27

To Lukman: Selamat lebaran juga. Lanjut.
13 Oct 08, 11:00

kua pemangkat: ada ndak blog kandepag kapuas hulu tolong informasikan
12 Oct 08, 21:51

lukman: minal aidin walfaidzin bang... oya buat Dudi klau mau tahu ttg P.Tikar/Batu Ampar lbh jauh InsyaALLAH sy bs Bantu Pliz Contact me via 085654467822 / 085252198560
9 Oct 08, 12:59
angkamor: jalan-jalan siang nich waw, artikel anda mengugah saya...
25 Sep 08, 10:32

dedy: beguraw jak ke rumah abang. Maenlah ke rumah he he
23 Sep 08, 15:13

To Bang Hatta: Wks. Ya, saya juga mengucapkan terima kasih karena mengundang saya pada acara launching, kemarin. Semoga sukses selalu.
23 Sep 08, 15:12

To Dudi: Bang Dudi, mudah-mudahan Bang Lukman yang lebih tahu. Mudah-mudahan dia bisa bantu.
22 Sep 08, 00:39

Hatta: Asw... Maksih banget yah bang atas kesediaannya menjadi pembicara kami kemarin. Mohon maaf atas segala kekurangan & egala khilaf yg semisal terdapati. Skl lg makasih!!! Mohon panduannya selalu...
21 Sep 08, 12:46

dudi: pak saya karyawan dipeusahaan, kalo bisa saya minta gambar-gambar padang tikar, terutama masyarakat dan transport menuju kesana
20 Sep 08, 00:11

lukman hakim: Ass bang,p kbr,msh ingat sy kan?oya kpn ke kec batu ampar lg?
18 Sep 08, 15:40

To Lidyanoria: Salam. Lidya, kuliah di mana? mudah-mudahan kamu bisa layari web www.kuburayakab.co.id selamat berusaha. Sukses selalu.
16 Sep 08, 11:05

lidyanoria: saya mahasiswi minta bantuan pada bapak yusradi untuk mencarikan profil daerah Kab.Kubu Raya, sejarah, ciri-ciri wilayah, politik, budaya, kependudukan, sosial, ekionomi, geografinya. ats bntuan trims


Baca Selengkapnya...