Yusriadi
Borneo Tribune, Pontianak
Hari ini, Senin (25/8), Kongres Kebudayaan Kalbar digelar. Kegiatan yang difasilitasi Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Pontianak melibatkan berbagai elemen di daerah ini.
Kita harus memberikan apresiasi terhadap penyelenggaraan kegiatan ini.
Pertama, ada gagasan besar di balik rencana penyelenggaraan, dan ada mimpi besar yang ingin dicapai melalui kegiatan ini.
Kegiatan ini sangat penting untuk masa depan Kalbar. Sejumlah tokoh, elemen masyarakat bertemu. Mereka membahas mimpi bersama, di ruang geografi dan sosial yang sama.
Memang sudah pernah ada pertemuan berbagai elemen selama ini. Tokoh-tokoh yang diundang –jika dilihat dari daftar undangan yang disebarkan panitia, sudah biasa bertemu, sudah saling kenal antara mereka. Namun, bertemu untuk membahas bentuk kebudayaan bersama, belum pernah dilakukan. Mereka belum pernah dibawa dalam suasana bermimpi tentang ruang sosial yang dicita-citakan.
Tentu, harus disadari bahwa untuk memenuhi harapan besar itu tentu tidak mudah. Tujuan yang sangat ideal dari kongres kebudayaan, mungkin tidak dapat dicapai seideal yang dicita-citakan. Tiga hari kegiatan terlalu singkat untuk sesuatu yang besar bagi Kalbar itu.
Apalagi kalau kemudian, ada di antara peserta kongres yang belum siap diajak bermimpi bersama. Tujuan mungkin sulit dicapai jika ada peserta yang ‘nogin’ dengan harapannya sendiri dan dengan bayangan-bayangannya sendiri.
Kedua, kegiatan ini hanya bisa dilaksanakan karena ada kerja keras dan kesungguhan yang ditunjukkan orang-orang di BPSNT, khususnya Ketua Balai, Lisyawati Nurcahyani. Persiapan penyelenggaraan, meskipun mungkin ada yang kurang, setidaknya sudah menyita pikiran, tenaga dan waktu fasilitator sejak tahun lalu.
Gagasan ini dilontarkan ke publik oleh Ketua BPSNT Lisyawati dan Rektor Untan Pontianak Dr. Chairil Effendy, dalam dialog tokoh budaya di Pontianak November 2007. Gagasan itu –meskipun berbeda muatannya, namun, bersambut. Dukungan diberikan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Rihat Natsir Silalahi.
Lalu, BPSNT melanjutkan dengan pertemuan tokoh. Di sisi lain, Borneo Tribune mendorongnya dengan menjaring opini publik.
Tim penjaringan yang diturunkan ke lapangan untuk menghimpun pendapat. Laporan M Nasir, dkk dari BPSNT yang turun ke sejumlah daerah, bertemu dengan tokoh-tokoh, memperlihatkan apresiasi yang besar.
Sesudah itu beberapa kali pertemuan dilaksanakan. Debat dan diskusi yang kadang kala sangat alot. Kadang kala karena peserta pertemuan tidak tetap –sebab wakil organisasi yang hadir dalam rapat pertama, mewakilkan kepada orang lain dalam pertemuan berikutnya. Selalu saja ada peserta yang baru dan mengajukan pertanyaan yang hampir sama. Adakalanya pertemuan membosankan. Masalah yang diangkat berulang-ulang.
Kadangkala, karena ekspektasi peserta yang tinggi, saran yang disampaikan sangat ideal. Tujuan kegiatan, format kegiatan, nara sumber dan peserta , waktu dan penyelenggaraan dibahas berkali-kali. Proposal yang sudah dibuat pada mulanya, kemudian dirumuskan kembali karena dianggap belum sesuai. Banyak peserta yang menginginkan kongres dilaksanakan se-wah dan sebaik mungkin. Mereka tidak ingin kongres dilaksanakan asal-asalan. Tak ingin pula, kongres yang dilaksanakan dengan susah payah, kelak kemudian tidak diterima masyarakat, hasilnya.
Pada akhirnya, kerja keras fasilitator membuahkan hasil. Setidaknya, seperti disaksikan, hari ini, kegiatan itu dilaksanakan.
Mudah-mudahan kegiatan ini sukses.
Jika pun hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan, pasti tetap ada nilai positif dari kegiatan ini yang bisa dipetik.
Selamat berkongres. Bersambung.
Kamis, 28 Agustus 2008
Catatan untuk Kongres Kebudayaan Kalbar (1)
Diposting oleh Yusriadi di 00.44
Label: Budaya Kalbar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar