Yusriadi
Borneo Tribune, Pontianak
“Pendidikan sekarang ini kurang mendapatkan perhatian. Kita melihat anak-anak miskin tidak mendapat pendidikan yang lebih baik”.
Itulah kata yang diucapkan Bang Deden –sapaan untuk Gusti Hardiansyah, calon wakil walikota Pontianak, saat saya mengajaknya bicara mengenai niatnya mengalokasikan 50% dari gajinya kelak, jika terpilih.
Saya mengetahui niat itu dari koran (Borneo Tribune, 1/10/08). Saya kira idenya spektakuler. Saya jadi teringat pada Bang Ifan – Fanshurullah Asa, MT, anggota DPR RI dari PAN yang memberikan beasiswa untuk anak-anak Kalbar. Bang Ifan sendiri mengalokasikan separoh dari gajinya untuk itu. Saya tahu beberapa anak sudah mendapatkan kucuran dana beasiswa Bang Ifan. Saya sangat apresiatif terhadap hal ini.
Jadi, tentu saja saya juga sangat antusias ketika mendengar rencana Bang Deden yang ingin membagi pendapatannya untuk anak-anak berprestasi dari keluarga tidak mampu.
Karena itu ketika Bang Deden bertandang ke redaksi Borneo Tribune Senin (6/10/2008) kemarin, saya langsung bingkas. Saya harus mewancarainya.
Bang Deden melayani wawancara saya dengan serius. Seperti seriusnya bahan percakapan kami.
“Pemerintah memang sudah membuat keputusan untuk mengalokasikan 20 % dari angaran pendapatan dan belanja Negara untuk pendidikan, namun, wacana itu belum terealisasi. Kita perlu melakukan sesuatu,” kata Gusti lagi.
Nadanya kedengaran sangat mantap ketika mengucapkan kata “kita perlu melakukan sesuatu”. Meyakinkan.
Saya mengiyakan pendapatnya.
Saya kira komentarnya bukan basa basi. Dia bukan sekadar menjual janji, atau melemparkan kritik agar menjadi pusat perhatian publik.
Tidak perlu diungkapkan lagi data tentang kondisi pendidikan kita di Kalbar, atau di Pontianak. Orang umum sudah tahu: setiap tahun ajaran baru orang selalu ribut karena biaya sekolah. Orang ribut mencari uang untuk daftar anak, untuk beli pakaian sekolah, dan untuk beli buku.
Orang tua kerap kali cemas memilih pendidikan yang baik untuk anaknya, karena pendidikan yang baik terbatas, dan kadang kala hanya bisa dinikmati kelompok ekonomi tertentu.
“Pendidikan kita selama ini tidak berpihak pada orang yang tak mampu,” tegasnya.
Masalah pendidikan bertambah-tambah kalau soal pemerataan guru, sarana belajar, perpustakaan, laboratorium sekolah, dll. Orang tahu betapa rata-rata tingkat pendidikan orang daerah ini masih sangat rendah.
***
Bang Deden sendiri memang tidak pernah mengalami kesulitan mendapatkan pendidikan yang baik. Ayahnya, H Gusti Machmud Hamid, bekerja di Kejaksaan. Sebagai pegawai negeri, orang tuanya memiliki pendapatan yang cukup untuk membiayai sekolah Deden.
“Saya… Alhamdulillah termasuk insan yang beruntung,” katanya.
Deden mengenyam pendidikan dasar di SD 26 Pontianak. Lalu dia melanjutkan pendidikan di SMP 1 Pontianak, seterusnya dia bersekolah di SMA 1 Pontianak. Dua sekolah menengah ini adalah sekolah favorit yang karena banyak peminat membuat seleksi sangat ketat.
Setelah SMA, Deden melanjutkan pendidikan S-1 di Fakultas Pertanian Untan Pontianak.
Pada dia mendapatkan beasiswa dari USIAD untuk program S-2 Ekonomi Kehutanan di Washington State University, USA.
Saat ini dia sedang menyelesaikan pendidikan S-3 di Institut Pertanian Bogor. Dedhen melakukan penelitian tentang: Model konservasi karbon hutan tanaman meranti. Penulisan disertasinya sudah rampung.
“Insya Allah Desember ujian,” katanya.
Prestasi Deden di bidang akademik lain juga sangat meyakinkan bahwa baginya pendidikan bukan sekadar memburu gelar. Deden menulis beberapa buku. Evaluasi Penerapan Ril di HPH Guna Meningkatkan Pemanenan Kayu yang Ramah Lingkungan (2000). Membangun Hutan Tanaman Meranti: Membedah Mytos Kegagalan, Melanggengkan Tradisi Pengusahaan Hutan (2005). Bunga Rampai: Membangun Kalimantan Barat Berilmu, Bermartabat, Santun dan Berkepribadian (2006).
Pengalaman dan karya nyata ini meyakinkan saya, kalau Deden tidak sekadar bunyi saat bicara tentang pendidikan.
***
Menurut Deden, kurangnya perhatian terhadap pendidikan tidak boleh dibiarkan. Pendidikan adalah tanggung jawab pemerintah.
Karena itu, jika dia kelak terpilih sebagai walikota dia akan memikul tanggung jawab itu, untuk memulai perubahan. Bagaimanapun ada prinsip bahwa untuk memulai perubahan itu harus dari diri sendiri, baru kemudian mengajak orang lain.
“Saya ingin memulai perubahan itu dari diri sendiri,” tegasnya. Ada beberapa kali dia menekankan hal itu. Orang yang di depan, Pemimpin, memberi contoh.
Lalu, muncullah nazarnya: Jika kelak terpilih sebagai wakil walikota Pontianak, dia akan menginfaqkan 50 % dari gajinya untuk beasiswa pendidikan anak berprestasi dari kalangan tidak mampu.
“Saya kira jumlah walaupun tidak besar, tetapi pasti akan cukup membantu anak-anak berprestasi itu,” katanya.
Selain itu, untuk menambah jumlah dana yang bisa disalurkan untuk anak-anak itu, Deden mengatakan dia akan mencari mitra, yaitu kalangan dermawan yang juga memiliki perhatian pada bidang pendidikan.
Dosen Untan ini wanti-wanti mengingatkan bahwa gagasan yang dia lontarkan bukan gagasan lepas. “Saya sudah lama memikirkan hal itu,” katanya.
Oleh sebab itu dia pun sudah merencanakan mendirikan semacam yayasan atau lembaga untuk mengelola keuangan ini dengan lebih baik. Pengelolaan akan dilakukan dengan professional dan transparan, agar kepercayaan bisa tumbuh.
Jumat, 10 Oktober 2008
Deden - Calon Wakil Walikota Pontianak: 50% GAJI UNTUK BEASISWA
Diposting oleh Yusriadi di 00.09
Label: Politik Kalbar, Pontianak
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar