Oleh Yusriadi
Kejutan. Saya merasa benar-benar terkejut ketika membaca biografi “Menggong Pemburu dari Sarawak”. Buku ini ditulis oleh Harun Johari, diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Kuala Lumpur tahun 1997.
Buku itu menyajikan sesuatu yang tidak pernah saya duga.
Sebab pada mulanya, saat saya membeli buku itu, yang ada dalam bayangan saya adalah cerita soal keberanian orang Sarawak, kehebatan seseorang yang disebut sebagai ‘wira’ (hero) dalam menghadapi komunis di tanah Malaya. Bayangan itu sesuai dengan ‘promosi’ bagian depan sampul: Gambar Menggong dengan fotonya bersama pasukan tentara: Platun dari Batalion Pertama Rejimen Ranjer Diraja pada tahun 1955 di Port Dickson.
Port Dickson adalah sebuah kota pelabuhan kecil di Negeri Sembilan.
Saya selalu tertarik dengan buku tentang Sarawak dan penduduknya. Ketertarikan bermula karena ‘kewajiban’ saya menyerap sebanyak mungkin informasi tentang Sarawak dan penduduk Sarawak. Maklum, salah satu bagian dari penyelidikan untuk disertasi saya dahulu adalah tentang komunitas di Sarawak. Orang Melayu di Spaoh. Jadi, saya mesti mengetahui banyak hal.
Lebih dari itu, saya harus mengetahui banyak hal tentang Sarawak karena masyarakat Sarawak sebenarnya bagian dari masyarakat Kalimantan Barat juga. Memahami masyarakat Kalbar dengan baik, mestilah mengambil kira tentang masyarakat lain di sekitar Kalbar- termasuk Sarawak. Pemahaman yang holistic hanya dapat diperoleh melalui informasi yang menyeluruh.
Sebab itulah, setiap informasi tentang Sarawak saya pungut. Setiap ada buku tentang Sarawak saya tengok: yang penting-penting, dan yang murah akan saya beli. Nah, buku biografi itu harganya cuma RM2. Nilainya sama dengan Rp6 ribu.
“Pokoknya murah banget”.
Setelah membeli buku itu, saya memang tidak langsung membacanya. Saya pikir, belum terlalu penting untuk saya mengetahui informasi itu sekarang.
Saya membaca buku itu beberapa hari kemudian.
Buku itu disajikan dengan gaya bertutur orang pertama. Pada bagian awal, buku itu menceritakan tentang Desa Nanganteli, tempat lahir Menggong. Nanga Nteli berada di dekat Lubuk Antu.
Kemudian, keluarga Menggong pindah ke Kuala Embaluh, Kalimantan Barat. Saya kira maksudnya Nanga Embaloh, Kalimantan Barat. Tempat ini disebutkan di wilayah Lanjak.
Menggong mengenyam pendidikan di Lubuk Antu. Dan apabila tamat sekolah Kelas 6, dia kembali ke Nanga Embaloh, membantu orang tuanya.
Buku ini berkisah secara singkat tentang kegiatan Menggong sehari-hari memburu pelanduk dan ntapuh di hutan di belakang rumah panjang mereka.
Lalu, singkat cerita, dikisahkan bagaimana Menggong dan kawan-kawannya merantau ke Kapit sebagai penebang kayu. Kemudian mereka mendaftar sebagai tentara, dan kemudian menjalani latihan. Setelah itu, Menggong dan sejumlah orang Iban lainnya dikirim ke Semenanjung Malaysia, memburu pemberontak komunis.
Dalam tugas, Menggong bertugas sebagai penjejak kesan musuh. Pengintai. Posisinya di depan pasukan. Tugas yang penuh resiko. Kepandaiannya dan mungkin nasib juga membawanya dalam beberapa kemenangan. Kerap kali dia terserempak musuh; dan pada saat seperti itu dia harus memberikan isyarat kepada pasukan di belakangnya agar siaga. Tetapi ada kalanya dia menembak musuh lebih dahulu.
Sepanjang dia bertugas di Port Dickson, kemudian ke Kuala Kansar, Sungai Siput, Batu Arang, Batang Bejuntai, dan banyak lagi tempat, kemampuan mengesan jejak ini benar-benar ditunjukkan. Yang menarik, dia menyebutkan pengalamannya menjejak kancil dan ntipuh di Nanga Embaloh menjadi bekal berharga dalam tugas-tugasnya itu. Keberaniannya itu membuat dia mendapat medali, penghargaan dari Ratu Inggris.
Setelah 10 tahun bertugas di Semenanjung, dia kembali ke kampung halamannya. Menjadi orang biasa. Tetapi, tak lama kemudiannya dia kembali menjadi polisi hutan, mengabdi untuk Negara.
Dalam tugas ini, dia dilibatkan sebagai pasukan polis yang memburu gerombolan komunis di Sarawak. Salah satu prestasinya adalah pasukannya berhasil menangkap salah seorang pimpinan pengacau di Sarawak.
Prestasi Menggong sungguh gemilang. Ceritanya sungguh mengesankan. Tetapi, bagi saya, lebih mengesankan lagi karena tokoh cerita ini pernah menjadi ‘orang Embaloh’.
Walaupun Menggong adalah hero di Malaysia, walaupun dia mungkin tidak lagi dianggap orang Kapuas Hulu, tetapi, saya tetap melihat bahwa suatu ketika dahulu dia adalah orang Orang Ulu. Orang Ulu yang berhasil di rantau. Ini yang mengejutkan!.
Rabu, 29 Juli 2009
Biografi Orang Iban dari Embaloh
Diposting oleh Yusriadi di 01.30
Label: Kapuas Hulu, Malaysia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
7 komentar:
dimana bisa sy beli buku itu? sy ttarik juga sebabnya isteri sy memang orang iban sarawak..
di kedai buku dewan bahasa, kuala lumpur.
jadi... nyade' nemo jako' iban?
ahaha.. aku nadai nemu jako iban..
pak yusri, iso ngomong jowo sitik sitik waie..
terimakaseh atas informasinya..
apu ... nyak .. nadai nemo. belajar jako' ka inok bah.
aku ora iso jowo mas. asal bunyi saja.
apu ... nyak .. nadai nemo. belajar jako' ka inok bah.
aku ora iso jowo mas. asal bunyi saja.
bro, saya lage mencari tanaman dari nanga embaloh, apa bisa bantu,
kalau tertarik sms saya ya 085716047546
thanks
bro, saya sedang mencari tanaman dari nanga embaloh,
kalo tertarik sms saya ya
085716047546
Posting Komentar