Oleh Yusriadi
Sudah lama saya tidak melalui jalan lintas Tayan- Pontianak. Saya ingat, kali terakhir saya melalui jalan ini, di tahun 2003. Waktu itu, saya naik bis jurusan Pontianak – Putussibau. Bis itu agak kecil, bis tua, bau (muntahan), dan full angin, pintu dan jendelanya terbuka.
Jalan yang dilalui waktu itu baru berupa jalan pekerasan. Hanya beberapa potong saja bagian jalan yang sudah beraspal. Jalan tanah lapis semen itu – kata orang sih-- ‘bergerutuk’ di sana-sini, kayu, lubang, dan paling istimewa, debu. Tas, pakaian, semua kena debu. Debu dengan bebas masuk ke dalam mobil yang jendela dan pintunya terbuka full itu. Untunglah waktu itu tidak ramai kendaraan yang melalui ruas jalan ini. Boleh dihitung telunjuk. Sehingga debu jalan hanya sesekali saja terbang ke udara, masuk ke dalam mobil.
Selain jalan yang sepi, perumahan penduduk juga jarang. Hanya ada beberapa ‘tumpuk’ kampong. Penduduk yang nampak di pinggir jalan juga tidak banyak. Dapat dihitung satu dua. Entah, mungkin orang kampung lagi di ladang waktu itu, mungkin juga lagi cari kayu, atau entah apa.
Awal bulan lalu, saya kembali melewati jalan ini. Kebetulan dalam perjalanan dari Kuching ke Pontianak, sopir bis memilih mencoba jalur ini. Banyak-banyak bis yang saya tumpangi, lebih memilih jalur pantai barat, melalui Ngabang - Pinyuh - Anjungan.
Saya tahu dari sopir, mereka sebenarnya enggan melalui jalan ini karena di beberapa bagian, jalan tersebut masih jelek, bergelombang dan berdebu. Saya kira, beberapa kilometer dari kawasan simpang tiga Tayan hingga ke arah Teluk Bakung, Ambawang, jalannya masih parah sekali.
“Jalan masih jelek sekitar 30 kilo,”kata sopir.
Kalau bukan karena itu, pasti mereka lebih memilih jalur ini ketimbang jalur Ngabang. Jalur Ngabang lebih jauh dan padat lalu lintasnya.
Walaupun sopir tidak suka memacu bis di jalur ini, karena kenyamanan mereka terganggu, rasanya, saya merasakan nyamannya jalur ini. Nyaman karena perjalanan naik bis agak singkat. Lebih cepat sampai. Hitung saja, kami berangkat dari Kuching pukul 10.00 seharusnya (biasanya) sampai di Pontianak pukul 19.00 atau lebih. Malam harilah pokoknya. Hari itu, kami sudah sampai di Pontianak pukul 16.30. Selisihnya lebih dari 2 jam.
Lebih nyaman lagi, bis yang saya tumpangi hari itu adalah bis yang ber-ac.
Jadi, walaupun sebenarnya, debu jalan yang sekarang jauh lebih banyak dibandingkan waktu dahulu itu. Namun 30 kilometer jalan yang masih jalan tanah lapisan debunya tebal sekali. Ketika bis lewat, debu yang naik macam asap. Saya tidak bisa bayangkan jika bis yang saya tumpangi itu bis yang sama dengan bis di tahun 2000-an; pasti sesak nafas dibuatnya, pasti tas dan bis akan penuh debu.
Pasti … Ya, untung bisnya full AC.
Sekarang, lalu lintas sudah ramai. Sebentar-sebentar ada kendaraan yang berlimpasan dengan bis kami. Sebentar-sebentar ada kendaraan yang memintas dari belakang.
Banyak sekali motor yang melintas. Banyak mobil pribadi yang dipacu laju. Banyak truk bermuatan yang lalu lalang.
Selain itu, sekarang banyak sudah rumah penduduk di kiri kanan jalan. Banyak juga penduduk yang nampak di pinggir jalan. Banyak warung yang buka – terutama di ruas jalan yang sudah beraspal – beberapa di antaranya merupakan warung minum dan makanan sederhana. Ada banyak bengkel, pencucian motor dan mobil di Ambawang, ada banyak penyedia jasa ‘semprot karet’ untuk truk karet. Ada beberapa lapak penjualan buah durian, macam di Bukit Seha’.
Saya terpinga-pinga ketika melihat di simpang tiga Ambawang – Tayan – Sanggau, sudah dibangun beberapa rumah dan kerangka ruko yang kokoh. Simpang ini pasti akan menjadi kota baru di kawasan ini, nanti.
Walaupun beberapa perbedaan menunjukkan adanya kemajuan, dan kemajuan yang diperlihatkan di kawasan ini cukup membanggakan, namun, seharusnya, kemajuan yang bisa dicapai bisa diraih lebih cepat dan lebih hebat lagi. Tidak perlu lebih dari lima tahun menunggu. Catatannya, tentu, jika pemerintah mau mempercepat pengaspalan jalan di kawasan ini, dan menjaga agar jalan yang sudah mulus, tetap mulus. Jalan mulus akan menyebabkan lalu lintas di sini lancar. Ini pasti akan menjadi pilihan utama pelintas jalur timur – nantinya juga selatan.
Kalau jalur ini ramai, pasti masyarakat di sekitar Ambawang, Tayan, termasuk di sekitar Sosok, akan menikmati kemajuan yang lebih besar dan lebih cepat lagi. Pasti akan lebih banyak lagi masyarakat yang dapat menikmati kemajuan ekonomi seperti yang dibayang-bayangkan.
Pasti masyarakat akan berterima kasih pada perhatian pemerintah.
Minggu, 23 Agustus 2009
Jalan Lintas Tayan - Ambawang
Diposting oleh Yusriadi di 20.21
Label: Perjalanan, Pontianak, Suara Enggang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar