Oleh: Yusriadi
“Pak Suman meninggal”.
Tanto Yakobus, Pimpinan Redaksi Borneo Tribune memberitahu saya kabar itu sekitar pukul 12.30 Selasa (112/1) kemarin. Saat itu, kami sedang rapat, dan kebetulan kami duduk bersebelahan dengan beliau.
Walaupun saya tidak dekat dengan beliau, dan sebaliknya beliau tentu tidak mengenal saya, namun, kabar ini telah mengejutkan saya. Mendadak. Seperti juga dikatakan Nur Is, General Manager Borneo Tribune, soal kematian beliau, kami tidak mendengar kabar soal beliau sakit.
“Ndak ada dengar beliau sakit, ya?”.
Saya bertanya pada Tanto.
“Mengapa?”
“Jantung”.
Bah! Jantung. Saya ingat sudah banyak sekali orang yang meninggal karena sakit itu. Terutama mereka yang besar-besar. Malam sebelumnya, saya malah menghadiri acara tahlilan memperingati tujuh hari meninggalnya ayah teman, yang juga meninggal tiba-tiba. Katanya, jantung.
Kami terdiam mendengar pemberitahuan Tanto. Lantas, saya mengingat-ingat tentang sosok ini. Menurut saya, beliau sangat mengesankan.
Saya pernah bertemu beliau dan berbicara dengannya, dahulu awal tahun 2000-an. Waktu itu, beliau masih menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sintang. Saya (bersama teman saya) bertemu beliau karena saya harus menyampaikan surat dari STAIN Pontianak, perihal penolakan Sintang terhadap lulusan D2 STAIN Pontianak.
Waktu itu, hari Jumat. Beliau mengenakan pakaian olahraga, putih hijau. Masih ada nampak bekas keringat.
Kami diterima di ruang kerja beliau. Penerimaannya simpatik. Dia mendengarkan penjelasan kami, dan mengatakan akan menerima lulusan D2 STAIN. Saya membandingkan, sikap beliau jauh sekali dibandingkan sikap orang Dinas Pendidikan dan BKD Kapuas Hulu di Putussibau. Di Putussibau, kami harus ‘berdebat’; dan mereka tetap ngotot tidak mau terima. Membandingkan sikap orang di Putussibau dan sikap Pak Suman, teman saya mengatakan:
“Itulah… Kadang saya pikir, lebih enak berkomunikasi dengan orang bukan Islam, dibandingkan orang Islam sendiri”.
“Makanya, kita tidak boleh melihat orang berdasarkan agama. Santun atau tidaknya orang, bukan karena dia beragama apa”.
Setelah itu, saya tidak pernah bertemu beliau lagi. Hingga suatu saat, saya mendengar beliau ditunjuk sebagai Plt Bupati Melawi. Melawi adalah kabupaten baru, pemekaran dari Kabupaten Sintang.
Saya menganggap, penunjukkan Pak Suman, merupakan pilihan yang tepat.
Lantas kemudian, ketika Pak Suman menjadi calon Bupati Melawi empat tahun lalu, bersaing dengan beberapa nama, dalam hati saya meyakini: Suman layak dipilih karena dia memang memiliki kapasitas. Dan kemudian, beliau memang terpilih. Beliau unggul suara dibandingkan calon-calon yang lain.
Saya melihat, selama kepemimpinannya, Melawi, khususnya Nanga Pinoh, memperlihatkan perkembangan yang cukup signifikan. Saya melihat kota Nanga Pinoh di tahun 1993, 1998, 2003, 2006. Saya dapat menunjukkan kemajuan-kemajuan yang dicapai selama era Suman Kurik. Saya juga mengagumi beliau ketika beliau meluncurkan buku dokumentasi pemikiran dan pandangannya. Saya memang selalu mengagumi orang yang membuat buku, karena usaha seperti ini merupakan usaha besar dan bersejarah. Pasti, walaupun Suman Kurik telah tiada, tetapi pemikirannya tetap akan dibaca orang.
Beberapa bulan lalu, saya sempat memprediksikan bahwa Suman Kuriklah yang akan menjadi Ketua Partai Demokrat Kalbar menggantikan alm. Henri Usman. Dari sisi kapasitas dan ketokohan beliau sangat layak. Dari kemungkinan, dengan posisinya di Demokrat saat itu, Suman Kurik juga mungkin. Tetapi, kemudian prediksi saya salah, ternyata Muda Mahendrawan yang ditunjuk sebagai pengganti Henri.
Oleh sebab itu, menjelang Pilkada mendatang, saya masih mengandaikan Suman Kuriklah akan dipercaya melanjutkan kepemimpinan Melawi 5 tahun yang akan datang.
Teringat soal Pilkada ini, saya jadi teringat dinamika yang sedang terjadi di tubuh Demokrat. Suman, termasuk bakal penumpang perahu itu.
Saya sempat bertanya pada Tanto di mana sekarang Tim 9 Demokrat berada. Tim ini yang akan menentukan siapa yang akan menjadi bakal penumpang. Saya dengar, ada orang Demokrat dari Pusat yang sedang ada di Kalbar terkait urusan perahu politik dalam Pilkada 19 Mei 2010.
Pikir saya, apa mungkin soal penentuan siapa calon bupati Melawi yang akan menjadi penumpang perahu Demokrat, yang membuat jantung Suman ‘terkejut’. Tetapi Tanto membantah.
“Ndak…. Demokrat Melawi sudah jelas ke Suman Kurik”.
Lalu? Entahlah.
Saya masih tidak puas membicarakan tentang beliau. Membicarakan tentang kebaikan beliau dan pengharapan yang disandarkan padanya. Sungguh, menurut saya, beliau pergi dengan kesan yang baik. Semoga beliau mendapat tempat yang layak di sisi Tuhannya. Selamat Jalan Pak Suman.
Sabtu, 30 Januari 2010
Mengenang Suman Kurik
Diposting oleh Yusriadi di 07.22
Label: Borneo Tribune, Dayak
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Thank you so much for the beautiful memories of my father that you've written through this blog...I've read this article hundreds times especially when I missed him... and have never been bored....thank you...thank you....and thank you...
Posting Komentar