Minggu, 19 Februari 2012

Layanan Kelas Sosial

Oleh: Yusriadi

Jika pelanggan ada dua orang, seorang kaya dan seorang lagi pelanggan biasa, siapakah yang kamu layani lebih dahulu?
Kalau pertanyaan ini diajukan ke saya, saya akan mengatakan bahwa pelanggan yang saya layani lebih dahulu adalah siapa yang datang lebih dahulu. Siapa yang datang kemudian akan dilayani kemudian. Tidak perduli kaya atau miskin.
Tetapi kalau ditanya kepada seorang pekerja SPBU di Kuala Ambawang, saya duga mungkin jawabannya adalah yang kaya lebih dahulu. Saya menduga begitu berdasarkan pengalaman mengisi bensin di SPBU Pas ini minggu lalu.

Hari itu pukul 18.53 saya mengisi bensin di SPBU ini. Saya masuk dalam antrian sepeda motor. Di depan saya ada empat motor. Satu per satu motor dilayani. Pada saat hampir tiba giliran saya, sebuah mobil jenis kijang generasi baru datang. Seorang petugas, seorang perempuan berbaju merah putih menyambut kedatangan mobil itu dan mengatur posisinya sejajar dengan pom di depan saya.
Pemilik mobil turun dan membuka tutup tangkinya. Perempuan yang mengatur posisi mobil kemudian meminta kepada rekannya agar mengisi mobil itu lebih dahulu.
Tentu saja saya bingkas. Saya sudah antri tetapi dipotong. Masalahnya, saya juga buru-buru.
“Ini memang jalur mobil”.
Saya membalas. “Mana tulisannya?”
Setahu saya tidak ada tulisan “khusus mobil” di jalur yang saya lalui. Lagi, kalau memang di situ khusus mobil mengapa motor-motor di depan saya dibiarkan antri?
Tetapi perempuan itu tidak menghiraukan protes saya, dan dia tetap meminta temannya untuk mengisi bensin ke mobil lebih dahulu. Geram. Tentu saja. Saya mendekat perempuan itu ingin melihat nama di bajunya.
Tapi saya tidak berhasil. Perempuan itu lebih cepat memalingkan badannya. Dia kemudian seperti melarikan diri masuk ke mini market di SPBU membiarkan rekannya menyelesaikan pengisian mobil.
Peristiwa ini mengingatkan saya pada perilaku banyak orang di negeri ini yang masih menganggap harta adalah kehormatan. Jadi, perempuan yang bertugas di SPBU itu termasuk satu di antaranya.
Sesungguhnya gejala seperti itu juga kadang kala dialami di beberapa toko di kota ini. Sering kali penampilan orang menjadi barometer untuk memberikan pelayanan.
Saya kira sikap ini kadang kala membuat mereka sendiri tertipu. Berapa banyak orang sudah tertipu oleh seseorang yang penampilan keren perlente. Ketika kepercayaan diletakkan pada sisi materi maka orang akan sesekali mengalami kehilangan materi.
Di sisi yang lain, sikap ini menimbulkan rasa diskriminasi, rasa tidak dihargai seperti sebagaimana seharusnya.

0 komentar: