Selasa, 11 Maret 2008

Catatan perjalanan ke Brunei 6:Jamuan Makan Ambuyat

Yusriadi

Sore kami pulang diantar oleh Gazali menggunakan mobil Dr. Yabit. Gazali adalah mahasiswa UBD. Dia orang Malaysia. Guru yang belajar lagi. Seperti di Indonesia juga, guru yang belum sarjana diwajibkan kuliah lagi agar bisa dapat gelar sarjana.
Kami harus mempersiapkan diri. Malam ini ada jamuan makan yang diselenggarakan Dr. Yabit dan keluarga. Jamuan ini khusus untuk Prof. Jim dan Dr. Chong, rombangan dari Kalbar dan dari Pulau Pinang.



Malam itu kami akan makan ambuyat. Makanan dari sagu khas Brunei. Di tanah Bugis juga. Saya belum pernah lihat makanan ini di Kalbar.

Makanan ini bagi saya sangat aneh. Cara makan pun saya tidak tahu. Hi, malu!
Teman-teman dari Pontianak lainnya juga begitu. Kami menunggu orang memulai. Pak Jim yang memberikan contoh. Pak Jim sudah biasa makan ambuyat.
Caranya cukup unik. Ambuyat yang masih berada di dalam wadahnya disendok dengan cara memutarkan sendok. Sehingga akhirnya sagu tersebut menggulung sendok itu. Baru kemudian gulungan sagu dilepaskan dengan sendok yang lain.

Ada ikan, daging, sayur, bisa jadi pilihan untuk ‘lauk’ ambuyat itu.
Saya mendengar Pak Jim dan Dr Yabit menggoda kami yang kikuk makan ambuyat. Selain itu, kami juga ditawarkan nasi. Saya dan beberapa teman meminta nasi. Khawatir ambuyat tidak dapat mengenyangkan. Maklum perut kampung, kalau belum makan nasi rasa belum makan. Sungguhpun makan macam-macam makanan namun kalau belum masuk nasi belum syah rasanya.

Selesai makan, kami diajak melihat Brunei malam hari. Kami pergi ke Kampung Air. Tempat di tepi pantai. Banyak orang sedang menjala udang. Ada juga orang yang sedang memancing.

Kami sempat berdialog dengan sepasang suami istri tua. Mereka menangkap udang. Udang itu kemudian dijual. “Pembelinya datang ke sini,” kata mereka.
Satu malam mereka bisa mendapat 200-300 dolar Brunei. Kalau nilainya Rp 6600, itu sama artinya mereka bisa mendapat Rp 2 juta lebih. Bayangkan! Duh makmurnya.
Kami dibawa melihat Masjid Sultan, melewati depan istana. Kami juga singgah di pasar malam. Gazali menjadi pemandu yang baik.
Saya mendapatkan banyak informasi yang berharga. Perjalanan yang mengesankan. Sangat mengesankan.

***

Hari Jumat. Semula saya pikir kami akan shalat Jumat di Masjid Sultan. Namun, tidak jadi. Kami shalat di masjid kampus.

Saya, Ismail, dan Ibrahim semula berniat jalan kaki ke masjid. Namun, baru beberapa langkah berjalan, sebuah sedan mewah berhenti.
“Saya antar,” kata pemilik sedan.
“Masjid cukup jauh juga,” katanya.
Kami menerima tawaran itu.

Namanya Nurzhila. Tepatnya Hajah Nurzhila. Dia seorang mahasiswa. Panitia seminar juga.
Zila, begitu dia menyebut dirinya, pernah ke Pontianak. Dia ikut rombongan UBD saat berkunjung ke STAIN, Untan dan kampung Kanayatn di Sungai Ambawang. “Saya pakai baju ini waktu di sana,” katanya sambil tertawa.

Hari itu Zila memakai baju hijau. Kalau ikut nilai yang diberikan untuk Abu Zar, nilai Zila mungkin 8 atau 9. Entah.
Dia menceritakan pengalamannya di Pontianak. Dia tampil di panggung waktu itu, ‘mentas’.

Rupanya, sebelumnya, Zila sudah mengantar Ros dan Siti melakukan studi banding di sebuah sekolah di Brunei.

Masjid memang tidak jauh. Zila menurunkan kami di depan masjid.
Kala itu masjid masih sepi. Kami termasuk orang yang datang awal.
Masjid kampus UBD besar dan megah. Bagian depan terdapat pendopo. Ada beberapa orang duduk. Kami hanya mengangguk pada mereka.
Kami menuju tempat wudhu’.

Di depan pintu masjid terdapat koran. Gratis. Saya mengambil satu.
Masuk ke dalam masjid di negara Islam seperti Brunei menimbulkan kesan tersendiri bagi saya. Saya ingin melihat bagaimana bedanya masjid di negara Islam dibandingkan masjid di negara Pancasila.

Secara fisik memang beda. Masjidnya ada penyejuk ruangan. Lantai karpet halus.
Saya memilih duduk di shaf paling belakang. Melihat satu per satu orang yang masuk. Saya ingin mengamati apa yang terjadi. Ismail duduk di samping saya.
Makin lama jamaah yang datang makin banyak.

Saya sempat bisik-bisik dengan Ismail ketika ada pengumuman shalat berjamaah. Saya tidak dengar dengan jelas shalat apa. Maklum di Pontianak rasanya belum pernah ada shalat berjamaah sebelum shalat Jumat. Kalau shalat sendiri-sendiri ada.
Rupanya shalat jamaah itu adalah shalat hajad untuk mendoakan orang Islam di luar negeri. Shalat itu biasa dilaksanakan.

Tidak ada yang berbeda dalam prosesi pembacaan khutbah di masjid ini dibandingkan masjid di Pontianak. Begitu juga dengan sikap jamaah. Tetapi ada saja anak-anak yang agak nakal. Ada jamaah yang tidak pakai penutup kepala. Ada yang memakai baju kaos.
Mungkin sedikit beda, banyak orang memakai jubah. Di Pontianak jarang orang pakai jubah. Yang pakai biasanya yang baru pulang dari tanah suci. Paling, baju koko, atau kalau tidak batik. Bahkan kadang cuma pakai kaos.

Usai shalat, kami menuju bangunan Canselor, tempat kegiatan seminar. Kami memintas melalui taman. Rupanya memang tidak jauh. Berjalan seperti itu sudah biasa.

***

Jumat malam. Atau malam Sabtu kata orang. Panitia mengadakan jamuan makan malam resmi. Ada petinggi fakultas yang hadir. Jamuannya agak sederhana. Kami duduk di meja agak di belakang. Aji Jaludin menemani kami. Ada seorang perempuan agak tua di meja itu. Rupanya, dia pegawai UBD. Yang mengejutkan, dia adalah saudara tua Aji Jaludin.

Zila dan beberapa temannya mahasiswa UBD duduk bersama kami. Termasuk Gazali. Abu Zar muncul sebentar. Kemudian pamit karena ada tugas kuliah yang harus diselesaikannya.

Setelah acara formal –ada sambutan dari Dekan Fakultas Bahasa, dilanjutkan dengan acara hiburan. Mula-mula wakil dari Jawa mempersembahkan atraksi kesenian Jawa. Ada yang membaca puisi ada yang berpantun. Ada yang menyanyi.
Ismail menjadi wakil kami. Dia menyanyikan lagu dangdut, Megi Z. Heboh! Ada yang berjoget mengiringi goyang Ismail. Rombongan Pontianak ngelagak sedikitlah. Saya baru tahu Ismail pandai menyanyi lagu dangdut. Saya pikir dia cuma bisa main jepin atau pukul tahar. Kemudian Ros juga menyanyikan. Kata Siti, Ros pernah menjadi juara karaoke di sekolah. Saya yang sudah lama kenal Ros juga tidak tahu kalau dia pandai menyanyi.

Agak larut acara diakhir. Peserta pulang.

Namun, kami masih harus menunggu Dr. Yabit selesai. Sebab kami pulang bersama dia. Sambil menunggu kami membantu Aji dan Gazali mengemas peralatan karaoke. Rupanya peralatan karaoke yang dipakai malam itu diangkut dari rumah Aji. Dan Aji sendiri yang mengurusnya.

Saya tak habis pikir dengan situasi ini. Kalau di Pontianak, rasanya ‘betuah’ bisa melihat seorang profesor madya, yang bergaji puluhan juta mau buat hal seperti itu. Pastilah dia akan menonton saja orang lain angkut-angkut barang. Aji memang sederhana. Kesederhanaan yang layak ditiru oleh orang ‘besar’ di Pontianak. Bersambung.





1 komentar:

ayu mengatakan...

Hallo, Bung Yus. Boleh khan saya kembali berkomentar. Sekalian salam kenal dari Jakarta. Saya baca dua artikel di blognya Bung Yus. Rupanya Bung Yus suka memberi nilai, ya? Pertama mhs UBD yang ngantar jalan-jalan dan yang kedua Ibu yang katanya panitian seminar SADAN III. Jangan-jangan kalau Bung Yus ketemu saya mungkin akan dikomentari dan dinilai, saya jadi takut nih. Bung Yus, saya sangat tertarik dengan blog ini. Pengalaman di Brunei memang cukup menakjubkan, meskipun pengalaman saya hanya sedikit. Kebetulan saya di sana termasuk orang baru, jadi tidak seperti Bung Yus dan teman-teman dari STAIN yang sudah cukup mengenal dosen-dosen di UBD. Tapi pada sarnya pendapat saya sama, bahwa DR Yabit dan tim panitia yang lain sangat baik kepada tamunya. Dan benar kata Bung Yus, sulit sekali menemukan di sini (terlebih di Jakarta) orang sebaik mereka. Yang mau mengantar jemput peserta seminar, sampai lelah (karena harus bolak-balik antara hotel dan airport), apalagi mereka bergelar Dr dan Profesor. Sangat langka, benar khan Bung Yus? Kalau Bung Yus berkenan, boleh dong kapan-kapan kita sharing pengalaman apa aza, bukan hanya SADAN III tetapi mungkin keahlian Bung Yus di bidang jurnalistik. Anggap saja saya salah satu pengagum tulisan Bung Yus. Terima kasih, salam kenal dari saya dan sampaikan salam hormat saya untuk teman-tean di UBD juga kalau suatu saat Bung Yus kontak kembali dengan mereka.Atau mungkin kalau ada acara antara STAIN dan UBD, boleh dong kabari dan undang saya.