Oleh: Yusriadi
“Saaaayooo’. Saaaayoo’”
“Saaaayooo’. Saaayoo’”
Teriakan itu membahana. Membentuk koor. Ramai. Sebuah nyanyian. Renyah.
Teriakan itu terdengar dari kelompok mahasiswa yang kebanyakan berpakaian hitam, dengan syal warna biru laut yang diikatkan di lengan kanan.
Itu mahasiswa Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak. Mereka sedang memberikan ‘spirit’ untuk timnya – kesebelasan Fakultas Teknik, yang sedang menghadapi kesebelasan Fakultas Hukum. Kedua kesebelasan ini bertemu dalam ajang kompetisi Sepakbola Mahasiswa yang diselenggarakan FKIP Untan.
Pertandingan sore itu –20 November 2008, dilaksanakan di Stadion Sultan Syarif Abdurrahman Pontianak. Stadion utama di Kalimantan Barat.
Sesekali juga terdengar yel-yel Fakultas Teknik. Lagu “Ospek”. Sesekali terdengar teriakan tak tentu-tentu.
Puluhan –bahkan ratusan mahasiswa berpakaian khusus duduk di tribun utama, bagian kanan Tribun Kehormatan. Pendukung tim Fakultas Teknik. Sedangkan, di bagian kiri Tribun Kehormatan, agaknya pendukung Fakultas Hukum. Dibandingkan pendukung Fakultas Teknik, penduduk Fakultas Hukum kalah suara. Kalah ramai. Kalah meriah.
Hari itu kebetulan saya duduk di tribun bagian kanan bersama Ibrahim. Ibrahim dosen Komunikasi, di Jurusan Dakwah di STAIN Pontianak. Saya katakan kebetulan karena sebelum masuk ke stadion saya tidak tahu kalau pertandingan yang akan saya saksikan adalah pertarungan besar. Saya datang sebenarnya hendak menyaksikan pertandingan Tim Dakwah. Ingin melihat ‘anak-anak’ main. Ingin memberikan semangat.
Tapi, rupanya Tim Dakwah sudah main. Mereka main pada pertandingan pertama. Kalah. Karena sudah terlanjur datang, saya dan Ibrahim bertahan. Tidak apa menonton pertandingan Fakultas Teknik – Fakultas Hukum.
Saya kira pertandingan pasti akan seru. Kedua tim memiliki nama dalam dunia sepak bola mahasiswa.
Dugaan saya memang benar. Pertandingan berjalan seru. Fakultas Teknik lebih unggul dalam penguasaan bola. Saya tertarik pada penampilan pemain tengah mereka. Pemain Nomor 7. Dialah pengatur irama permainan. Dia jenderal di Tim Teknik. Teknik bermainnya bagus.
Namun, pertahanan Tim Fakultas Hukum sekalipun tidak menonjol, tetapi bagus –bahkan sangat bagus. Kolektif. Meskipun sepanjang pertandingan mereka tertekan, namun tidak mudah bagi Teknik membobol pertahanan mereka. Sampai akhir pertandingan, Teknik hanya bisa unggul 1 gol saja.
Saya rasa dari sisi lain, Tim Teknik agak kurang beruntung karena seharusnya jika melihat dari keseluruhan pertandingan mereka layak menang lebih dari satu gol.
Saya kira penonton sangat puas dengan hasil ini. Pendukung Fakultas Teknik puas karena timnya menang. Pendukung Fakultas Hukum juga puas. Mereka bisa menerima kekalahan.
***
Namun, meskipun di lapangan kedua tim bermain bagus dan sportif, situasi di tribun penonton menurut saya agak keterlaluan. Olok-olokan antara kelompok di sebelah kanan Tribune dan sebelah kiri ‘luar biasa’.
Ada beberapa kali terjadi rengsekan.
“Bisa kelahi nanti,”
Saya sempat mendengar Ibrahim.
Saya mengiyakan.
Saya sempat membayangkan kalau sampai ribut bagaimana. Ada beberapa pendukung perempuan. Saya tidak melihat polisi –setidaknya polisi berpakaian seragam di sekitar kami duduk.
Sampai akhir pertandingan, suasananya aman. Saya dan Ibrahim kembali ke kantor Harian Borneo Tribune. Kami berusaha keluar lebih awal dari penonton yang lain. Takut terjebak kemacetan. Saya masih harus menyelesaikan pekerjaan di kantor. Deadlinenya sudah lewat.
Saya tidak tahu apa yang terjadi kemudian, sampai saya mendapat kabar keesokan harinya.
“Kampus Fakultas Hukum bederai”.
“Kaca pecah.”
“Ada keributan antar mahasiswa Teknik dan Hukum. Karena sepakbola,”
Saya langsung teringat tontonan kemarin.
Ternyata Ibrahim benar. Ternyata memang ada perkelahian.
Menyedihkan.
Lebih menyedihkan ternyata bentrok ini membuat kompetisi sepakbola secara dihentikan.
Rabu, 07 Januari 2009
Sebelum Tim Teknik - Tim Hukum Untan Bentrok
Diposting oleh Yusriadi di 23.40
Label: Cerita, Suara Enggang, Tentang Yusriadi, Untan Pontianak
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar