Yusriadi
Pendahuluan
Orang Kantuk tersebar di sekitar danau ranau di Kapuas Hulu berdekatan dengan wilayah persebaran orang Iban. Kedua kelompok ini hidup berdampingan, kadang kala sebagai mitra, tetapi pada saat lain mereka hidup sebagai musuh. Tragedi Mpanang Derayh (Empanang Deras) merupakan salah satu cerita lama mengenai hubungan kedua kelompok yang secara linguistic masih sangat dekat ini. Para peneliti meletakkan kedua bahasa ini dalam satu rumpun yang disebut rumpun Ibanik (Hudson, 1978; Collins 2005).
Tetapi dalam konteks Kalbar, tidak banyak cerita yang dikaitkan dengan orang Kantuk ini. Mungkin karena perhatian lebih tertuju kepada kelompok besar Dayak, sehingga Kantuk yang merupakan bagian kecil dari kelompok besar ini tidak nampak. Tulisan-tulisan awal mengenai Dayak di Kalimantan Barat amat jarang menyinggung tentang orang Kantuk ini (Yusriadi, 2006) . Tulisan yang dijumpai umumnya membahas tentang orang Kantuk seimbas lalu.
Lihat misalnya dalam Rahim Aman (2006) yang hanya membahas tentang fonologi dan morfologi bahasa Kantuk. Dalam Kadir (1991) ditampilkan sejumlah leksikon bahasa Kantuk. Begitu juga dengan King (1985) dan Tjilik Riwut (1958). Dari sejumlah tulisan itu, tulisan Dove (1985) boleh dianggap sebagai tulisan yang agak mendetiil mengenai orang Kantuk, namun keterbatasannya, tulisan ini hanya menyinggung tentang peladangan yang dicatatnya dari kampung sekitar Nanga Kantuk.
Karena keterbatasan ini tidak heran jika ada yang salah memberikan deskripsi mengenai orang Kantuk. Lihat misalnya dalam Zulyani Hidayah (1997: 115-116).
“Orang Kantu’ berdiam di sekitar hulu sungai Kapuas, di propinsi Kalimantan Barat. Jumlah populasinya 1000-2000 jiwa. Mereka tersebar di wilayah kecamatan Nanga Kantuk dan Semitau, di kabupaten Sanggau. Sebagian lain berdiam di wilayah kabupaten Sintang, di sebelah utara daerah aliran Sungai Kapuas, sampai ke perbatasan dengan Serawak.” (Zulyani 1997: 115).
Tulisan ini dianggap salah karena populasi Kantuk di Kalbar digambarkan cuma 1000-2000 jiwa. Jumlah itu sebanding dengan jumlah penduduk dua-tiga kampung saja. Padahal secara kasat mata kampung Kantuk cukup banyak dan mudah dijumpai di Kapuas Hulu. Jumlah orang Kantuk jauh lebih banyak dari jumlah itu.
Oleh karena itu, makalah yang sederhana ini akan berusaha mengungkap mengenai komunitas ini; khususnya mengenai bahasa dan keberadaan orang Kantuk di Kalbar. Maksud hati, ingin melengkapi tulisan yang sedia ada dan semoga tidak keliru seperti laporan Zulyani di atas.
Mengingat data yang diperoleh masih terbatas , maka deskripsi ini tentulah amat terbatas. Karena itu hanya dua aspek yang didiskusikan dalam tulisan ini. Yakni, pertama mengenai persebaran orang Kantuk, dan kedua mengenai variasi bahasa orang Kantuk di Ulu Kapuas.
Persebaran Orang Kantuk
Kantuk adalah salah satu komunitas penting dari masyarakat Ibanik di Kalimantan Barat. Penting bukan saja karena jumlah mereka cukup banyak –ada yang memprediksikan jumlahnya mencapai 16 ribu jiwa, menyebar di 7 kecamatan di Kapuas Hulu, tetapi juga karena kiprah social politik mereka. Sekarang, wakil gubernur Kalbar adalah orang Kantuk. Beberapa politisi adalah orang Kantuk. Mereka memiliki tiga orang perwakilan rakyat Daerah Kapuas Hulu. Selain itu, kedudukan mereka di pemerintahan daerah di kabupaten Kapuas Hulu juga cukup menonjol.
Kedudukan ini yang memudahkan mereka membentuk kaukus, dengan menyelenggarakan pertemuan adat, merumuskan konsep-konsep tentang adat istiadat Kantuk. Misalnya pada tahun 2000 pernah diselenggarakan pertemuan para temenggung suku Kantuk membahas hukum adat Kantuk. Dari laporan pertemuan itu dapat dilihat ada beberapa wilayah ketemenggungan Kantuk di Kapuas Hulu yakni di kecamatan Mandai (antara lain di Teluk Sindur, Sula, Empadi’, Kirin Sejahit, Ujung Ping, Ujung Tanjung, Bika’). Di kecamatan Kedamin, yakni di Sungai Uluk, Kedamin Darat, Jaras. Di kecamatan Embaloh Hilir di Kirin Nangka, Tanjung Beruang, Belatung. Bunut Hilir, di Penemur, Benit, dan Nanga Tuan. Di Seberuang, Nanga Beluis, Pala kota, Sebalang, Koyan, Sempadi’, Pala Hulu, Pala Hilir, dan Rinjai Hilir. Di Semitau (antara lain di Kenepai, Nanga Lemeda’, Sungai Asun, Nanga Seberuang, Ntipan). Kecamatan Silat Hilir di Sentabai, Setunggul. Kecamatan Empanang di Nanga Kantuk, Selupai,
Menurut sejarah lisan, asal orang Kantuk di daerah aliran Sungai Kantuk di Empanang. Namun, kemudian karena alas an keamanan, ekonomi, sebagian besar berpindah ke selatan . Sedikit saja orang Kantuk yang masih tinggal di daerah asal ini –misalnya di Telutuk, Kampung Lalang, Nanga Kantuk (Tikul Batu, Tikul Tebing), dan Selupai.
Para migrant ini pernah ingin kembali ke kampong asal ketika banjir besar terjadi di Kapuas lebih 50 tahun lalu, saat padi yang mereka tanam rusak binasa terendam air. Namun perpindahan dibatalkan karena tempat ini sudah ada penghuni baru, yaitu orang Iban.
Perpindahan dari tanah Empanang ini yang kemudian menyebabkan orang Kantuk berada di aliran sungai Kapuas, antara sekitar Semitau hingga Putussibau. Mereka ini di kemudian hari lebih dikenal sebagai orang Kantuk Kapuas.
Varian Bahasa Kantuk di Ulu Kapuas
Meskipun jumlah orang Kantuk cukup banyak dan mereka menyebar di delapan kecamatan di Kapuas Hulu namun bahasa Kantuk bukanlah bahasa utama (linguafranca) di Kapuas Hulu. Bahasa utama di sejumlah tempat adalah bahasa Melayu, atau di beberapa tempat lagi menggunakan bahasa Iban.
Namun, kebanyakan penutur bahasa Melayu, bahasa Iban, dan bahasa lain di Kapuas Hulu, tidak mengalami kesulitan jika berkomunikasi dengan penutur bahasa Kantuk. Sebab, sememangnya bahasa ini memiliki hubungan yang sangat dekat. Tidak jarang komunikasi antar penutur-penutur bahasa itu dilakukan dalam bahasa masing-masing, tanpa hambatan (Yusriadi 2006).
Komunikasi antara penutur bahasa Kantuk dan bahasa Melayu serta Iban dapat dilakukan dengan mudah karena banyak persamaan. Bahkan beberapa peneliti meletakkan bahasa ini dalam satu rumpun, yakni rumpun Melayik (Lihat penjelasannya dalam Collins 1999). Tidak saja dalam soal bunyi, namun juga dalam kosa kata. Di bawah ini akan ditampilkan perbandingan ketiga bahasa tersebut:
Kantuk Iban Melayu
Vokal Depan /i/ dan /e/ /i/ dan /e/ /i/ dan /e/
Vokal Tengah // dan /a/ // dan /a/ // dan /a/
Vokal Belakang /u/ dan /o/ /u/ dan /o/ /u/ dan /o/
Bahasa Kantuk dan Iban memiliki diftong dan konsonan yang sama. Terdapat empat geluncuran dalam dua bahasa ini, yaitu –ay, -aw, -oy, -iy, sedangkan konsonan yang dimiliki ada 19, yaitu: /b/, /p/, /m/, /t/, /d/, /n/, /k/, /g/, //, //, //, /c/, /j/, /s/, /l/, //, /h/, /w/ dan /y/. Adapun bahasa Melayu memiliki 3 geluncuran –tidak ada geluncuran /-iy/, serta 19 konsonan yang sama.
Perbedaan bahasa Kantuk dengan bahasa Iban dapat dilihat dari segi leksikal. Perbandingan itu antara lain:
Tabel
Perbandingan Bahasa Kantuk dan Iban
Kantuk Iban Arti
laut tasik Laut
dulaw suba Dahulu
crita gisah Cerita
Selain contoh di atas, ada beberapa catatan menarik tentang perbedaan bahasa Kantuk dan Iban, menurut persepsi orang Kantuk. Selama pengumpulan data beberapa informan menyebutkan dengan sukarela mana bahasa mereka yang berbeda dengan bahasa Iban. Namun meskipun demikian, kadang kala, bahasa yang di satu tempat dipisahkan dari bahasa Kantuk (bukan bahasa kami), namun di tempat lain digunakan oleh orang Kantuk dan dianggap sebagai bahasa mereka.
Tabel
Bahasa Kantuk dan Iban
Kantuk Iban Arti
kamar (LDU ) biliyk (IBN) kamar
bpikir (NG KTK) bruni (IBN) berpikir
tungki (TLK) tuku (IBN) tungku
pit (SLP) miyt (IBN) kecil
nmiyak (KDH) mit (IBN) muda
licin (KTK) licaw (IBN) licin
badayh (LDU) badas (IBN) bagus
uma (SLP) umay (IBN) ladang
ukuy (LDU) uduk (IBN) anjing
tumit(KDH) pansut (IBN) tumit
Menariknya, jika entri di atas dibandingkan dengan daftar kata yang dipungut di tempat lain, terlihat ada perbedaan. Misalnya untuk kata “kamar” penutur di Nanga Kantuk dan Kedamin Darat Hulu memberikan kata /biliyk/ selain /paki/ atau /pakin/ tanpa penjelasan tambahan apakah kata itu milik orang Kantuk atau Iban. Lebih lanjut lihat perbandingannya berikut ini:
Varian Entri No 398
Nanga Kantuk paki, biliyk
Kedamin DH biliyk, pakin
Jaras kamar
Selupai kama
Telutuk pakiyn
Begitu juga dengan entri kata “ladang”, yang dalam tabel di atas dibedakan antara /uma/ yang disebut penutur Selupai sebagai varian Kantuk, dan /umay/ yang disebut sebagai varian Iban. Kenyataannya, penutur di Nanga Kantuk, Landau, Kedamin Darat Hulu, Jaras dan Telutuk memberikan kata /umay/ juga sebagai bahasa mereka. Lebih lanjut lihat perbandingannya:
Varian Entri No 201
Nanga Kantuk umay
Kedamin DH umay
Jaras umay
Selupai uma
Telutuk lada, umay
Selain itu, data yang ada juga menunjukkan bahwa bahasa Kantuk memiliki beberapa varian. Berikut ditampilkan perbandingan bunyi dan kosa kata yang dipetik dari Nanga Kantuk, Kedamin Darat Hulu, Selupai, Telutuk, Landau dan Jaras.
No B.Indonesia Nanga Kantuk Telutuk Landau Mentail Selupai Kedamin DH Jaras
1 kuku siluw kukut kukuwt siluw kukut kukut
2 lutut pala patu patu pala patu pala patu pala patu patu
3 mandi maney maniy mandi maniy mani mani
4 pipi pipi kuyuw pipi pipi pipi kuyu
5 makan makan makay makay makan makay
6 timbul timul mlpu timul timul, mlpu timul timul
7 kotor kutur jaey kutur kamah kamah, jayie kamah
8 ketiak ktiak klkiak ktiak ktiak ktiak kltiak
9 bapak apak apay apay apay apay apay
10 ketel ciri kiri kirie kiey kiri kiri
11 tungku tuku tukiy tukiy tukiy tukiy tukiy
12 luka luka tliyh luka luka tliyh tliyh
13 sentil lntiy lntit lntiyk lntiyk lntiyk lntiy
14 daki dakiy dakey daki dakiy daki daki
15 pegang migay pgay mgay mgay mgay
16 patuk patuk patuw patuwk patuwk patowk patok
17 taji tada taji taji tada taji taji
18 sj. lipak kecil kmayar rmayar lmayar lmayar
19 cacing caci taci taciy taciy
20 tpt babi mandi plakan span mlakan span, plakan plakan plakan
21 agas rait rit kap kap rait rit
22 biawak buayak boyak mnarat buayak buyak buyak
23 paria lpa pare parie paie lpa, pari pari
24 putih bura burak burak buak burak burak
25 kencing kmih kmi kmiy kmiy kmiyh kmi
Dari sejumlah variasi yang ditampilkan di atas, nampaknya varian Kantuk ini memperlihatkan ciri yang cukup nyata untuk memisahkan antara satu dengan yang lain. Seperti juga orang Kantuk sendiri memang menyebutkan bahasa Kantuk di kampung mereka agak berbeda dengan bahasa Kantuk di kampung yang lain.
Varian Jaras dan Kedamin Darat Hulu
Jaras adalah nama kampung Kantuk yang terdapat di hulu kota Putussibau, sedangkan Kedamin Darat Hulu adalah kampung Kantuk yang terdapat di hulu Putussibau. Kampung Jaras berada di persekitaran kampung Kantuk yang lain, misalnya Bika’, Kirin, .. Sedangkan kampung Kedamin Darat Hulu berada di batas antara orang Kantuk dengan orang Taman. Orang Taman adalah kelompok yang menuturkan bahasa yang berbeda rumpunnya dengan bahasa Kantuk.
Untuk mencapai kampung ini dapat ditempuh dengan menggunakan jalan darat dan sungai. Bahkan untuk kampung Jaras selain dapat dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda empat, letakknya yang di tebing sungai kapuas memungkinkan kapal motor singgah di kampung mereka. Sedangkan kampung Kedamin Darat Hulu agak jauh dari sungai Kapuas. Terdapat angkutan umum yang menghubungkan Jaras dengan Putussibau, bukan saja oplet tetapi juga ojek. Karena itu tidak heran jika orang Kantuk di sini mudah sekali bolak-balik ke kota Putussibau.
Kedua kampung ini umumnya dihuni oleh orang Kantuk. Hanya ada beberapa keluarga orang bukan Kantuk tinggal di kampung Jaras. Mereka adalah pendatang yang menjadi guru di sini.
Kedua varian Kantuk ini memperlihatkan hubungan yang agak dekat. Setidaknya secara geografis, keduanya berada di pinggiran aliran sungai Kapuas.
Penduduk di kedua kampung ini berjumlah sekitar … . Jumlah ini memungkinkan bahasa Kantuk menjadi bahasa utama di kampung. Namun demikian mereka juga dapat berbahasa bahasa yang lain, misalnya bahasa Indonesia atau bahasa Melayu. Singkatnya, masyarakat di sini adalah penutur bilingualisme.
Varian Telutuk
Telutuk adalah nama kampung yang terletak hulu sungai Kantuk. Kampung ini adalah kampung Kantuk yang paling hulu di sungai ini berbatasan dengan kampung Iban. Kampung ini bisa dihubungi lewat sungai, namun juga ada jalan darat dari Nanga Kantuk, walau jalannya masih jalan tanah. Pada masa awal, kendaraan roda empat bisa masuk ke kampung ini. Namun karena jalan tidak dipelihara, bekas-bekan ban menyisakan kubangan lumpur yang dalam sehingga sekarang tidak mungkin kendaraan roda empat masuk ke kampung ini. Bahkan, sepeda motor pun masuk dengan susah payah melalui titian sekeping papan di atas lumpur.
Penduduk kampung ini berjumlah 68 kepala keluarga atau sekitar 300 jiwa. Namun ketika kami ke kampung ini beberapa waktu lalu keadaannya agak sepi. Anak muda kebanyakan merantau ke Malaysia.
Varian Kantuk di kampung ini memperlihatkan ciri yang berbeda di bandingkan varian yang dituturkan di kampung lain. Perbedaan secara leksikal antara lain:
Varian Telutuk Varian Lain Arti
/mlpu/ Timbul
/klkiak/ Ketiak
/lntit/ Sentil
/rmayar/ Sejenis lipan kecil
/tasiyk/ Laut
/paaw/ Bantal
/tusu/ Menyusu
Selain perbedaan secara leksikal di atas, orang luar sendiri menganggap bahasa di Telutuk lebih ‘dalam’ dibandingkan varian Kantuk yang lain. Kesan ini agaknya muncul dari wujudnya bunyi geluncuran di beberapa kata di posisi akhir, tertutup. Misalnya pada kata:
Telutuk Arti
kuyuw Pipi
dakey Daki
Varian Nanga Kantuk
Nama Nanga Kantuk merujuk kepada letak kampung yang terletak di persimpangan sungai Nanga Kantuk – Empanang, walaupun sebenarnya letaknya tidak persis di tanjung persimpangan kedua sungai ini. Orang Kantuk tinggal di sini setelah mereka pindah dari kampung lama mereka di Tikul sekitar tahun 1980-an .
Nanga Kantuk sekarang ini menjadi kota kecamatan Empanang. Sebagai kota kecamatan, di kampung ini kini berdiam berbagai kelompok masyarakat, baik Melayu, maupun Iban. Interaksi dengan penutur bahasa lain ini menyebabkan varian di Nanga Kantuk memperlihatkan ciri yang agak berbeda dengan varian Kantuk lainnya.
Misalnya, wujudnya bunyi // sedangkan varian lain memperlihatkan bunyi /k/, pada kata: “putih” /bura/, varian lain memperlihatkan bentuk /burak/; atau pada kata “menangis” /aba/, varian lain memperlihatkan bentuk /abak/.
Varian ini memperlihatkan bentuk /ciri/ “ketel”, sedangkan varian lain memperlihatkan bentuk /cirik/. Atau kata /maney/ sedangkan varian lain memperlihatkan bentuk /maniy/, atau /mani/.
Kata “kotor” muncul dalam bentuk /kutur/ sedangkan varian lain memperlihatkan bentuk /jaey/ atau /kamah/. Begitu juga untuk kata “bapak”. Jika varian lain memperlihatkan bentuk /apay/, varian Nanga Kantuk memperlihatkan bentuk /apak/.
Varian Selupai
Nama Selupai merujuk kepada nama Sungai yang ada di hilir kampong Selupai sekarang. Kampung ini diberi nama Selupai karena sebelumnya, memang rumah penduduk di sekitar sungai itu. Pada mulanya, nama Selupai tidak disinggung informan di kawasan Kapuas, sekitar Putussibau. Namun kemudian ketika peneliti sampai Nanga Kantuk, barulah ada informan memberitahukan ada kampung Kantuk yang berada paling hilir, dekat kampung Melayu di Sungai Empanang. Dan, rupanya, kampung ini adalah kampung lama, yang namanya tercantum dalam peta yang kami miliki.
Kampung ini terletak di tebing Sungai Empanang. Untuk mencapai kampung ini –dari Nanga Kantuk, harus menggunakan angkutan sungai, melalui sungai Kantuk dan Empanang. Sedangkan melalui jalan darat sangat susah –kalau hampir tidak mungkin, karena jalan tersebut masih jalan tanah dan belum ada jembatan.
Kampung ini berbatasan dengan kampung Ntipan Hulu, Kenepai Komplek, Sekedau, dan Jelemuk 3. Jumlah penduduk Selupai adalah 335 jiwa, 102 kk. Keadaan kampung masih sederhana dalam arti belum tertata dengan rapi. Jalan kampung masih jalan tanah yang berumput tinggi. Ada babi, ayam, yang berkeliaran di kolong-kolong rumah.
Orang kerap menyebut nama Kantuk di sini sebagai Kantuk Ramay [amay], sedangkan beberapa literature menulisnya Rembay. Kadang kala disebut dengan Rembay saja, tanpa mencantumkan Kantuknya (Veth 1854).
Ciri yang paling penting dalam varian ini adalah wujudnya bunyia geseran lelangit lembut //, sedangkan pada varian lain wujud bunyi getaran. Contoh:
Nomor Selupai Arti
1 jai Tangan
2 maw Perahu bertolak
3 Rusuk
4 Kerongkongan
5 Berpikir
6 Ipar
Orang Selupai sendiri amat menyadari perbedaan itu. Karena itu bisa dimaklumi ketika pengumpulan data dilakukan, sejak awal percakapan mereka sudah menyebutkan perbedaan ini, dibandingkan varian Kantuk yang lain. Ihwal perbedaan ini, mereka menyebutnya sebagai “bunyi Melayu”.
Wujudnya bunyi ini dalam bahasa Kantuk belum pernah disinggung oleh peneliti terdahulu. (Lihat Rahim 2006). Oleh karena itu sukar diduga bagaimana kedudukan bunyi ini dalam bahasa Kantuk. Belum dipastikan apakah bunyi ini pinjaman atau pengaruh dari bahasa Melayu.
Selain itu, sebagai varian yang berdekatan dengan varian Melayu, varian Selupai memperlihatkan wujudnya kata /sba/ “seberang”, padahal varian Kantuk yang lain memperlihatkan kata /spiyak/. Wujud juga kata /mulah/ “membuat”, sedangkan kebanyakan varian Kantuk yang lain memperlihatkan kata /away/. Demikian juga kata /bguway/ “berlari” dalam varian ini memperlihatkan bentuk yang berbeda dengan varian Kantuk lain. Varian lain memperlihatkan kata /blawa/ yang berarti “berlari”.
Varian Landau
Landau Mentail adalah nama sebuah kampung Kantuk di aliran sungai Boyan, salah satu anak sungai Bunut yang muaranya ke sungai Kapuas. Letakknya lebih ke hilir dibandingkan letak Jaras. Dapat dikatakan, dengan posisi ini, Landau (dan Kantuk Ala’, Penemur) berada jauh dari kampung Kantuk yang lain, dan berdekatan dengan kampung Melayu.
Kampung ini pada mulanya hanya dapat dijangkau melalui sungai. Namun beberapa bulan lalu sudah dibangun jalan darat yang menghubungkan kampung ini dengan poros Nanga Boyan. Poros ini memungkinkan Landau bisa dijangkau dari Jalan Lintas Selatan. Sekitar 100 meter dari Putussibau.
Walhal jika musim kering, kampung ini bisa dijangkau dengan kendaraan roda dua. Kendaraan roda empat tidak dapat menjangkau kampung ini karena jembatan yang ada belum kokoh.
Tidak didapat berapa jumlah penduduk di sini. Namun, dipastikan penduduk kampung ini boleh dikatakan adalah orang Kantuk semua. Jadi, sekalipun ada di antara beberapa orang di kampung berasal luar, namun mereka sudah “menjadi Kantuk”. Orang yang berasal kampung luar antara lain berasal dari orang Suaid, Iban, menetap di sini, umumnya karena proses perkawinan.
Dari data yang ada, beberapa hal yang memperlihatkan varian Landau Mentail berbeda dengan varian Kantuk lainnya. Misalnya, kata /mnarat/ ”biawak”, sedangkan varian lain memperlihatkan bentuk /buyak/, atau /buayak/. Selain itu, dalam varian ini ditemukan bentuk /mandi/ “mandi” yang mengekalkan nasal homorganik sedangkan varian lain memperlihatkan hilangnya bunyi [d]; misalnya, /mani/.
Beberapa ciri memperlihatkan hubungannya yang dekat dengan varian Selupai –kecuali karena bunyi [], tetapi pada bagian yang lain varian ini memperlihatkan persamaan bentuknya dengan varian Kantuk di sekitar Kapuas, di antaranya terlihat pada kata:
Landau Mentail Selupai Arti
patuwk patuwk patuk
kap kap agas
parie parie buah pari
kmiy kmiy kencing
Penutup
Seperti dijelaskan di awal, Kantuk termasuk dalam kelompok Ibanik. Kedekatan orang Kantuk dengan orang Iban tidak saja dalam soal bahasa, tetapi juga dari segi persebaran. Kedua komunitas ini mendiami wilayah di sekitar Kapuas Hulu. Karena Kedekatan secara geografis juga ini memungkinkan mereka menjalin ikatan, kontak atau sebaliknya menimbulkan masalah.
Bahasa Kantuk memiliki beberapa varian. Setidaknya dari data yang diperoleh memperlihatkan ada lima variasi, yakni Kantuk Selupai, Kantuk Kapuas, Kantuk Empanang, Kantuk Telutuk, dan Landau. Masing-masing varian ini memiliki ciri yang berbeda dibandingkan yang lain, dan perbedaan itu sangat mudah dikesani.
Dari banyak varian itu, varian Selupai dianggap agak jauh berbeda dibandingkan varian Kantuk lainnya. Perbedaan ini ketara dengan wujudnya bunyi geseran lelangit lembut // sedangkan varian Kantuk lain memperlihatkan ciri getaran /r/.
Memang kedudukan variasi ini masih harus didalami lagi. Penelitian terbatas ini belum dapat mengungkap secara lebih detil ciri fonologi masing-masing. Karena itu klasifikasi ini harus diperhalusi lagi, dengan penelitian lanjutan. Tetapi, lepas dari kekurangan ini, data awal ini sudah memberikan gambaran mengenai wujudnya variasi dalam bahasa Kantuk.
Temuan ini sekaligus juga meyakinkan kita bahwa sebenarnya masih banyak yang belum kita ketahui tentang keragaman bahasa dan masyarakat di Kalimantan Barat. Dan, karena itu selayaknya penelitian dan upaya akademik mesti terus dilakukan.
Bibliografi
[Bagian Hukum]. 2000. Hukum Adat Suku Dayak Kantuk. Putussibau: Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu.
Collins, James T. 1999. Keragaman Bahasa di Kalimantan Barat. Makalah pada seminar Festival Budaya Nusantara Regio Kalimantan. Pontianak, 10 September.
Collins, James T. 2004. Ibanic Languages in Kalimantan Barat, Indonesia: Exploring Nomenclature, Distribution and Characteristics. Borneo Research Bulletin Vol 35: 17-47.
Dove, Michael. 1985. Peranan Kebudayaan Tradisional Indonesia dalam Modernisasi (Penyt). Jakarta: Yayasan Obor.
Hudson, A.B. 1978. Linguistic Relations among Bornean Peoples with Special Reference to Sarawak: An Interim Report. Dlm M. Zamora, dkk (Eds.) Sarawak: Linguistic and Development Problem Hlm 1-44. Williamsburg: Departement of Anthropology, William and Mary Collage.
King, Victor T. 1992. The People of Borneo. Oxford: Blackwell.
Lontaan, JU. 1975. Sejarah – Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan – Barat. Pontianak: Pemda Tingkat I KalBar.
Rahim Aman. 2006. Perbandingan Fonologi dan Morfologi Bahasa Iban, Kantuk dan Mualang. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Yusriadi. 2006. Mengenal Masyarakat Kantuk di Kalimantan Barat. Equator, 16, 23, Juli 2006.
Zulyani Hidayah. 2003. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Rabu, 30 Januari 2008
Bahasa dan Masyarakat Kantuk di Ulu Kapuas, Kalimantan Barat
Diposting oleh Yusriadi di 09.53
Label: Penyelidikan Bahasa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Terimakasih, sangat informatif. Saya jadi punya wawasan bahasa daerah Kalimantan Barat.
Regard, Modifikasi Vixion.
Posting Komentar