Rabu, 30 Januari 2008

Kubu, Kampung Sejarah dalam Kenangan (3)

Membuat Artifak Baru, Menunggu Raja Baru

Yusriadi
Borneo Tribune, Pontianak

Setelah mengamati pohon asam kecil, kami melanjutkan perjalanan ke arah hulu. Rus mengajak melihat keraton.
Kami melewati jalan semen yang juga mulai rusak. Motor seharusnya lebih hati-hati melalui jalan itu. Tetapi, Rus tidak. Dia tetap membawa motor dengan gayanya seakan jalan kecil itu adalah jalan besar. Beberapa kali saya menepuk pundaknya agar memelankan laju motor –walaupun sebenarnya tidak laju.
Sepanjang jalan saya melihat beberapa rumah masih menggunakan arsitektur lama, khas rumah Melayu. Bahan bangunan dari kayu, yang diberi ukiran.Atap bangunan dari kayu. Tetapi banyak juga rumah yang sudah memperlihatkan cita rasa modern. Beratap seng dan berdinding semen. Ada juga rumah yang beratap daun. Kelihatannya ekonomi penduduk tidak cukup baik. “Susah sekarang,” kata Jit, warga setempat.
Kami melintasi jembatas yang melintang di atas Sungai Terus. Melewati jalan semen yang lebih kecil ke arah hilir, hingga sampai di bangunan baru. Letaknya agak di tengah lahan kosong di ujung kampung –yang kini disebut Teluk Nangka. Jalan semen yang baru dibangun khusus untuk keraton ini. Ada satu rumah di seberang jalan. “Inilah Keraton Kubu,” kata Rus.
Bangunannya besar. Bertiang, agak tinggi dibandingkan rumah di seberang jalan. Dindingnya dari papan. Atapnya seng.
Rus mengaku tidak tahu banyak mengapa keraton megah ini dibangun di lokasi sekarang. Yang dia tahu lokasi sekarang adalah bekas sawah. Beberapa meter dari lokasi sekarang kononnya pernah berdiri keraton. Tetapi tidak jelas sultan ke berapa yang bertahta di sana. Keraton terakhir yang mereka kenal berada di lokasi kanan mudik Sungai Terus, bukannya di kiri.
Rus juga tidak dapat memberikan informasi apakah keraton lama bentuknya seperti yang dibangun sekarang. Dia hanya memberi tahu: “Ada gambar,” katanya. Maksudnya ada bestek yang dijadikan panduan tukang dalam bekerja.
Beberapa saat setelah kunjungan itu saya bertanya kepada Tok Alang, mantan kepala kampung Kubu soal lokasi dan bentuknya. Sesepuh Kubu ini mengakui bentuk bangunan sekarang juga tidak mirip dengan bangunan keraton yang lama. Katanya, gambar yang digunakan sekarang adalah gambar dari pemerintah. Mengapa? “Tak tahu saya. Heran,” ungkapnya.
Begitu juga pilihan lokasi pembangunan keraton memang menimbulkan pertanyaan. Sebab dua raja terakhir –yakni raja ke-7 dan ke-8 berada di sebelah kanan mudik Sungai Terus. Bahkan lebih besar lagi masalahnya adalah penetapan raja Kubu. Penetapan raja Kubu ke-9 tidak seperti yang biasa dilakukan.
Kubu tidak menyisakan keraton karena dahulu bangunan keraton dibuat dari daun nipah. Bukan dari bahan kayu. Atap daun nipah hanya bertahan 3 tahun. Setelah itu rusak dan bocor. “Mungkin ada kepercayaan, pantang mengganti atap nipah dengan kayu atau seng,” katanya.








0 komentar: