Everyone Can Fly, But You
Yusriadi
Borneo Tribune
Hanya dua hari kami berada di kampus UKM. Sore kami berangkat ke lapangan udara, karena akan ikut penerbangan Air Asia pukul delapan malam. Dua jam sebelum keberangkatan kami bertolak dari kampus menuju stasiun komuter UKM. Selanjutnya berhenti di stasiun komuter Nilai.
Kami berhenti makan di sini. Karena mengira masih ada waktu Dedy Ari Asfar, teman saya dalam perjalanan ini, mampir ke mini market dekat stasiun bis Nilai. Dia mencari sesuatu.
Saya yang semula menunggu di kedai makan dekat terminal, “terbujuk” juga ingin masuk mini market itu. Saya juga memang mau cari sesuatu.
Tidak lama, kami keluar dari mini market dan melanjutkan perjalanan dengan bis menuju lapangan terbang Kuala Lumpur International Airport (KLIA). Perjalanan hampir satu jam. Tiba di KLIA. Pikir-pikir masih ada waktu lebih satu jam sebelum keberangkatan. Jadi kami agak santai ketika turun dari bis Nilai.
Lantas kami berniat menuju ke counter check in Air Asia yang kami bayangkan di lantai paling atas dari bangunan terminal KLIA.
Kami pergi ke tempat counter biasa (yang kami pakai 3 tahun lalu). Tetapi kosong. Tak ada check in untuk Air Asia. Yang ada hanya check in untuk penumpang MAS saja. Tentu saja saya dan Dedy jadi panik. Kami bertanya petugas, dan petugas mengatakan check in Air Asia bukan di KLIA tetapi di LCC –tempat kami mendarat dua hari lalu. LCC adalah terminal biaya rendah, khusus dibangun untuk penumpang kelas bawah. Jarak LCC dari KLIA 20 kilometer.
“Ncek boleh pakai teksi ke sana,” kata petugas menasehati.
Seperti orang mencari dukun beranak, kami bergegas menuju lantai bawah bangunan KLIA, mencari teksi. Ternyata ada calo di sana yang melihat gelagat kami. Dia menawarkan jasa teksi menuju LCC. Tarif ke sana RM 50.
Kalau dalam keadaan normal pasti kami menolak. Tetapi dalam keadaan darurat mana mungkin. Proses tawar menawar memakan masa lagi. Sekurangnya ada 5 menit. Sedangkan penerbangan hanya tersisa 1 jam lagi.
Sopir menghibur bahwa kami tidak akan terlambat. Sistem penerbangan Air Asia berbeda dibandingkan dengan MAS.
“Kalau nanti yu (you) turun, yu boleh naik terus,” katanya, selembe.
Ya, kami terhibur. Dia lantas menceritakan soal pendapatan seorang sopir taksi yang sekarang makin kurang. Beberapa di antara syarikat teksi bangkrut setelah penerbangan Air Asia dipindahkan. “Penurunan penumpang hampir 50 per sen,” ungkapnya.
Pukul 19.10 kami tiba di LCC. Kami melompat dari taksi, berlari membawa masing-masing dua tas. Terminal LCC ternyata cukup ramai. Kami terpaksa sedikit antri melalui pos pemeriksaan X-ray bandara. Setelah itu berbaris antri menuju counter check in yang tidak nampak plang nomor pesawatnya. Tetapi seorang petugas bandara memberitahu untuk tujuan ke Kuching, check in memang di situ.
Ketika tiba giliran, petugas Air Asia menatap kami sambil geleng kepala. “Boardingnya sudah ditutup. Tak boleh,” katanya.
“Cuba ke counter ujung,” katanya menunjuk counter yang terdapat di bagian pojok. Di counter ada dua petugas –wanita Melayu tak berkerudung dan seorang lelaki India. Dedy menyerahkan tiket dan paspor kami.
Terjadi percakapan antar mereka dalam bahasa Inggris. Bahasa Inggris Dedy memang lebih lancar.
Tetapi, tiada ampun. Tiket yang kami beli seharga RM 180 itu hangus. Untuk mendapatkan penerbangan berikutnya kami harus membeli tiket baru, harganya RM 220 –kalau dirupiahkan sekitar Rp 572 ribu. Dedy berusaha menjelaskan masalahnya adalah karena kami tidak tahu counter check ini Air Asia sudah pindah dari KLIA ke LCC.
“Sepatutnya ejen kasi tau,” katanya.
Seingat saya waktu beli tiket Air Asia di sebuah biro perjalanan di Pontianak, memang tidak diberitahu soal perpindahan terminal ini.
Dengan berat hati kami berdua mengangsur uang ringgit kepada mereka. Ya, dari pada tidak terbang. Kami memilih penerbangan pagi, biar tidak perlu lagi bermalam di Kuching. Kami memilih bermalam di kursi tunggu LCC. “Nikmati saja,” ujar saya.
Saya mengingatkan Dedy soal motto Air Asia. Everyone can fly. Ternyata slogan itu masih ada lanjutnya. Everyone can fly, but you. Ya, udah terima saja. Nasib!
Rabu, 30 Januari 2008
Catatan Perjalanan ke Malaysia (7)
Diposting oleh Yusriadi di 10.25
Label: Malaysia, Perjalanan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar