Oleh: Yusriadi
Redaktur Borneo Metro
Nahas betul dua kurir itu. Itu kata yang terlintas di dalam benak saya ketika membaca berita tertangkapnya dua kurir sabu-sabu yang membawa 3 dan 4 kilo heroin melewati perbatasan Entikong. (Borneo Metro 5-6/5).
Lama saya membayangkan bagaimana proses penangkapan itu terjadi. Apakah tas itu mereka letakkan di bagasi, lalu petugas memeriksanya? Atau apakah tas itu dijinjing dan harus mereka masukkan ke tempat pemeriksaan? Tetapi saya tidak berhasil mendapatkan gambaran utuh bagaimana kasus ini terungkap.
Masalahnya, setelah puluhan kali melintas di perbatasan Entikong – Tebedu, saya belum yakin aparat melakukan pemeriksaan barang dengan maksimal.
Selama ini, meskipun di pos Entikong ada prosedur rutin pemeriksaan barang penumpang, tetapi kesan saya pemeriksaan tidak lebih dari sekadar basa-basi. Pemeriksaan tidak ketat.
Saya juga melihat pemeriksaan tidak juga harus dilalui setiap orang. Saya katakan tidak, karena sejauh ini tidak ada konsekuensi apa-apa pada orang yang sudah membawa barang mereka ke depan petugas, dan yang belum. Mungkin peraturan ada – ada keharusan – tetapi petugas pun juga akan sulit menerapkannya.
Sulit, karena seingat saya petugas tidak bisa membedakan mana tas yang sudah diperiksa dan mana yang belum. Tidak ada tandanya. Kalau di lapangan terbang, tas yang sudah diperiksa petugas dengan sinar x dipasangkan stiker, tetapi di Entikong rasanya tidak.
Malah, saya sering tersenyum dalam hati ketika melihat orang berpusu-pusu membawa barang mereka turun dari bis. Mereka menurunkan tas dari bagasi yang nampak berat, kemudian ditunjukkan kepada petugas, dan setelah aparat tengok-tengok sebentar itu, mereka pikul kembali masuk ke dalam bis. Sedangkan pemeriksaan di bagasi dilakukan dengan manual. Petugas memeriksa kotak, karung dan tas, serta barang-barang penumpang bis. Kadang-kadang kotak itu dibeset-beset, dibolongkan, dll.
Nah, karena pemeriksaan dilakukan manual, kadang kala saya lihat petugas nampak capek juga melakukan kerja begitu. Lebih capek lagi karena setelah diperiksa, mereka hanya menemukan pakaian dan barang-barang lain yang tidak penting.
Kiranya, karena kenyataan ini, selama ini laluan Entikong-Tebedu menjadi laluan mudah untuk penyelundupan. Para penyelundup menganggap laluan ini lebih aman ketimbang laluan lain. Kasus penyelundupan gula dari Malaysia merupakan contoh dari kenyataan ini. Seringkali gula asal Malaysia dapat lolos melalui perbatasan Entikong, namun kemudian justru tertangkap di tengah perjalanan. Bayangkan saja barang nyata dan mudah dilihat seperti itu, bisa tidak terlihat oleh petugas pemeriksa di perbatasan.
Prosedur rutin dan sikap petugas yang terkesan tidak mau capek, mungkin yang membuat kali ini kurir narkoba itu merasa pe de membawa barang haram melintas di Entikong. Apatah lagi barang yang mereka bawa dalam tas sudah dianggap aman karena tas itu sudah dimodifikasi.
Tetapi, dasar mereka lagi nahas. Rupanya kali petugas melakukan pemeriksaan yang cukup ketat dan teliti. Petugas pemeriksa lebih awas.
Oleh karena itulah, saya kira aparat di perbatasan yang berhasil menangkap sabu-sabu itu harus diberikan apresiasi dan penghargaan. Penghargaan ini tentu akan menjadi contoh bagi petugas lain untuk bekerja maksimal. Mungkin dengan cara seperti ini Kalbar tidak akan menjadi tempat transit yang mudah untuk jenis barang haram itu. Mudah-mudahan dengan cara ini petugas di pintu masuk Kalbar tidak dianggap petugas yang enggan capek.
Jumat, 02 Juli 2010
Sabu-sabu di Entikong
Diposting oleh Yusriadi di 09.45
Label: Borneo Tribune, Suara Enggang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar