Oleh Yusriadi
Yansah menghubungi beberapa pengurus RT, memberitahu tentang kedatangan rombongan STAIN Pontianak, sekaligus undangan kepada mereka untuk menghadiri pertemuan.
Saya kira, inilah enaknya di kampung yang ikatan kebersamaannya masih kuat. Orang bisa mengundang pada saat-saat akhir. Orang masih berkesempatan datang menghadiri pertemuan. Orang masih bisa membatalkan rencana ke ladang, hanya untuk memenuhi undangan.
Dia mengajak saya pergi ke ujung kampung. Kami naik sepeda motor melalui jalan beraspal. Beberapa kali kami berpapasan dengan anak-anak yang pergi ke sekolah. Anak-anak bertanya pada Yansah tentang kegiatan belajar hari ini. Yansah memberitahu mereka, sekolah libur. Yansah tidak bisa mengajar hari ini karena dia menerima kedatangan rombongan KF. Ya, di sini gurunya terbatas. Sekolah swasta. Yansah menjadi kepala sekolah madrasah ibtidayah, sekaligus guru di sini.
Saya juga dapat melihat kesibukan penduduk di pagi hari. Sejumlah orang mandi di parit. Ada anak-anak yang menjongkong di atas jembatan yang tingginya lebih kurang 2 meter dari permukaan air. Parit menjadi tempat mereka membuang hajat. Di parit ini juga mereka mandi dan mencuci. Syukur sekarang mereka tidak mengkonsumsi air parit juga. Mereka minum air hujan. Saya hanya melihat dari jauh.
Ada orang-orang kampung yang pergi ke warung, berbelanja. Ada juga yang pergi ke kebun naik sepeda.
Motor berhenti di depan beberapa rumah – rumah itu, semuanya pejabat kampung. Yansah memberitahukan rencana pertemuan pagi ini. Beberapa dari mereka mengiyakan dan menyanggupi hadir dalam pertemuan. Kami sampai ke ujung kampung.
“Ini rumah paling jauh,” kata Yansah.
Ini rumah terakhir yang harus didatangi. Setelah itu selesai.
SAYA merasa beruntung berkesempatan menjelajah kampung. Saya dapat melihat lebih banyak kehidupan masyarakat di sini.
Saya mengamati rumah-rumah penduduk relative teratur. Rumah menghadap ke jalan dan parit. Dua urat nadi kehidupan masyarakat.
Jalan memang belum terlalu lama dibangun. Begitu juga parit. Saya sempat mendengar cerita pembangunan parit dari Pak Kaed. Menurut Pak Kaed, pembangunan parit itu belum terlalu lama, hanya tiga generasi lalu. Proses waktu, abrasi pinggiran parit menyebabkan parit itu kian lama kian lebar.
Melihat keadaan parit, saya jadi ingat pertanyaan Bang Rustam saat kami bertolak dari Sukadana ke Pulau Maya: mengapa orang tinggal di pulau ini? Saya menduga parit inilah jawabannya. Bukan hasil alam yang menjadi daya pikat Pulau Maya ini. Daya pikat Pulau Maya ada pada airnya. Air Pulau Maya tidak asin! Air asin hanya masuk saat pasang laut. Kalau laut tidak pasang, air paritnya tawar.
Kebutuhan pada air tawar untuk minum para awak kapal menyebabkan para pelintas di laut singgah di pulau ini. Lalu, lama-lama, ada yang menetap di tempat persinggahan ini. Sehingga kemudian terbentuklah pemukiman, seperti yang terjadi sekarang ini.
RUMAH penduduk di Parit Suka Baru ini semuanya besar. Beberapa di antaranya berlantai dua. Bahan bangunan untuk rumah juga bervariasi. Seperti juga di Pintau, sebagian rumah menggunakan bahan papan, ada juga yang menggunakan bahan semen. Ada rumah yang beratap seng, ada rumah yang beratap daun.
Dari percakapan dengan penduduk setempat saya tahu bahwa penduduk di sini merasa perlu memiliki rumah besar karena dengan begitu mereka dapat menampung keluarga, tetangga dan undangan yang datang ke rumah.
Saya jadi ingat fungsi rumah dalam kebanyakan keluarga Melayu di kampung di Kalimantan Barat yang sempat saya amati. Rumah bagi mereka selain tempat tinggal –tempat menetap, juga tempat mereka berkumpul.
Rumah besar penting untuk menampung keluarga jauh yang datang bermalam. Rumah besar juga penting agar dapat menampung tetangga yang datang menghadiri upacara adat di rumah tangga. Misalnya perkawinan, selamatan kandungan, selamatan kelahiran anak, dll. Bersambung.
Kamis, 18 September 2008
Perjalanan ke Pulau Maya, KKU (6): Kehidupan Pagi di Kampung Parit Baru
Diposting oleh Yusriadi di 00.43
Label: Perjalanan, Pulau Maya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar